Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajinan Marmer Agra, Diwariskan Para Pembangun Taj Mahal

Kompas.com - 13/02/2014, 14:20 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

AGRA, KOMPAS.com — Di depan gerbang barat Taj Mahal, Pradeep Sharma—seorang pemandu wisata, menjelaskan segala ihwal bangunan bersejarah di kota Agra, India, itu. Pradeep menjelaskan, Taj Mahal yang sejatinya adalah sebuah makam itu dibangun menggunakan marmer putih yang diambil dari sebuah daerah di Jaipur yang berjarak sekitar 300 kilometer dari Agra.

Selain mendatangkan marmer, Kaisar Mogul Shah Jahan juga mendatangkan puluhan ribu pekerja dan perajin marmer untuk membangun makam terindah untuk sang istri tercintanya itu. Total sebanyak 20.000 pekerja dikerahkan untuk membangun Taj Mahal selama 22 tahun. Hasilnya, sebuah bangunan marmer indah berhiaskan ribuan batu mulia dari berbagai lokasi di dunia.

Menurut Pradeep, jarak ke Jaipur yang sangat jauh membuat banyak pekerja yang membangun Taj Mahal memilih menetap di Agra. Dan, keturunan para pekerja pembangun Taj Mahal itu tetap melestarikan kemampuan mereka memproduksi cendera mata berbahan dasar marmer dan batu mulia. Saat ini diperkirakan terdapat 350 keluarga di Agra yang merupakan keturunan langsung para “tukang” pembangun Taj Mahal.

Tak jauh dari monumen bersejarah itu terdapat sebuah bangunan tiga lantai yang cukup mencolok di antara bangunan lain di kota Agra. Tempat itu adalah pusat kerajinan marmer Kalakriti yang menyediakan berbagai jenis cendera mata berbahan dasar marmer dan batu-batu mulia.

Salah seorang staf pemasaran Kalakriti, Vivek, mengatakan, semua barang di tempat itu dibuat oleh para perajin yang mempelajari kemampuan mereka secara turun-temurun. Bahkan, untuk menempelkan batu mulia ke atas batu marmer, mereka masih menggunakan lem yang sama seperti yang digunakan saat membangun Taj Mahal.

“Resep lem ini berusia 430 tahun dan diwariskan secara turun-temurun,” kata Vivek.

Selain resep lem yang turun-temurun, kemampuan para perajin marmer Agra ini juga merupakan warisan keluarga. Sehingga, saat membuat pola-pola hiasan di atas marmer, para perajin itu sama sekali tidak menggambar pola terlebih dahulu. Semua pola seperti sudah tergambar secara otomatis di dalam benak mereka.

“Jadi membuat kerajinan marmer ini tidak mudah dan dibutuhkan lebih dari satu perajin untuk setiap produknya. Bahkan terkadang butuh waktu beberapa bulan untuk membuat sebuah barang tergantung tingkat kerumitannya,” tambah Vivek.

Harga tak tergantung ukuran

Benda-benda yang dijual di toko Kalakriti memang lebih merupakan karya seni. Sehingga, harganya tidak berbanding lurus dengan ukuran. Harga lebih ditentukan kerumitan pola, jumlah batu mulia yang digunakan, lama pengerjaan, dan jumlah perajin yang mengerjakannya.

Seorang staf Kalakriti lainnya, Naeem Khan, mengajak Kompas.com berkeliling toko itu hingga ke sebuah ruangan semacam galeri yang menyimpan karya-karya terbaik tempat itu. Ruangan itu adalah semacam museum toko Kalakriti.

Dari salah satu etalase, Naeem mengambil benda bulat semacam tatakan gelas. Dia mengatakan, tatakan gelas marmer itu hanya berdiameter 13 cm, tetapi dihargai hingga 5.000 dollar AS atau sekitar Rp 60 juta. Apa yang menyebabkan tatakan gelas dari marmer itu begitu mahal?

“Tatakan ini dibuat selama 1,5 tahun dan dihiasi 12.500 batu mulia,” kata Naeem.

Para seniman yang mengerjakan berbagai kerajinan tangan yang dijual Kalakriti, lanjut Naeem, semuanya mempelajari keahlian mereka secara turun-temurun. Para seniman itu biasanya sudah mulai belajar membuat kerajinan marmer saat berusia delapan atau 10 tahun.

Lalu bagaimana para perajin marmer itu mendapatkan penghasilan? Naeem mengatakan, setiap barang yang terjual maka hasilnya akan dibagi rata antara toko dan perajin.

“Misalnya ada barang seharga 5.000 dollar terjual, maka toko mendapatkan 2.500 dollar dan perajin juga mendapatkan 2.500 dollar AS. Nanti perajin yang akan membaginya di antara mereka,” papar Naeem.

“Jika barangnya tak terlalu mahal, maka toko akan langsung membayar harga barang itu. Namun, jika harganya cukup mahal, maka toko akan menunggu barang itu terjual sebelum membagi hasilnya dengan perajin,” tambah Naeem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com