Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Pertiga Korban Pemerkosaan di Liberia adalah Anak-anak

Kompas.com - 28/01/2014, 23:33 WIB
MONROVIA, KOMPAS.com — Dua pertiga korban pemerkosaan di Liberia tahun lalu adalah anak-anak. Demikian pemerintah negara Afrika Barat itu mengatakan, Selasa (28/1/2014).

Sejumlah pejabat negeri itu mengatakan, 65 persen dari 1.002 kasus pemerkosaan yang dilaporkan pada 2013 melibatkan korban yang berusia antara tiga hingga 14 tahun.

Meski laporan kasus pemerkosaan begitu masif, tetapi hanya 137 kasus yang maju ke meja hijau dengan hanya 49 pelaku pemerkosaan yang dijatuhi hukuman.

"Hasilnya sebanyak 10 anak-anak berusia tiga hingga 14 tahun tewas akibat pemerkosaan pada 2013. Dalam beberapa kasus, pelaku masih bebas berkeliaran," kata Kementerian Pembangunan dan Jender Liberia.

Kementerian menambahkan, rendahnya jumlah pelaku pemerkosaan yang dihukum karena, dalam banyak kasus, pelaku pemerkosaan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan korbannya.

Laporan itu juga menyebut minimnya perlindungan aparat terhadap para korban pemerkosaan, jaksa yang tak memprioritaskan kasus pemerkosaan, dan minimnya tenaga medis yang memiliki spesialisasi menangani korban pemerkosaan.

"Orangtua korban bersikap pasif karena sebagian besar pelaku masih berstatus keluarga atau teman. Kami bisa mengatakan, jumlah kasus pemerkosaan akan lebih tinggi tiga kali lipat jika orangtua tidak menutupi kasus pemerkosaan yang menimpa anak mereka," demikian penjelasan kementerian.

Pemerkosaan menjadi endemi setelah digunakan sebagai senjata penyebar ketakutan dalam perang saudara Liberia 1989-2003 dan hingga kini masih marak dan sering kali tidak terjangkau hukum.

Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf berusaha menekan angka kasus pemerkosaan dengan menerbitkan undang-undang antipemerkosaan dengan hukuman berat, mendirikan pengadilan khusus kasus pemerkosaan, dan membentuk pasukan khusus perempuan pada 2009.

Namun, meyakinkan perempuan korban pemerkosaan untuk mengajukan tuntutan hukum masih merupakan kendala utama dan para korban biasanya mengubah pikiran karena khawatir akan stigmatisasi lingkungan dan lebih memilih pengobatan yang dilakukan tetua desa atau kepala suku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com