Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demonstran Ancam Lumpuhkan Bangkok

Kompas.com - 13/01/2014, 04:33 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber

BANGKOK, KOMPAS.com — Pengunjuk rasa anti-Pemerintah Thailand bersumpah akan menghentikan layanan umum (shutdown) di Bangkok, Senin (13/1/2014). Tindakan ini mereka lakukan untuk mencegah pelaksanaan pemilu dan menggulingkan pemerintah.

Para pengunjuk rasa dari kubu oposisi mulai berkumpul di seluruh kota selama akhir pekan. Mereka terus berupaya memaksa Perdana Menteri Yingluck Shinawatra mengundurkan diri. Mereka memblokade persimpangan utama di ibu kota Thailand, Minggu (12/1/2014) malam.

Pengunjuk rasa menyatakan akan meningkatkan aksi mereka sampai menjelang jadwal pemilu pada 2 Februari 2014. Mereka memastikan akan mengganggu pelaksanaan pemilu yang mereka tolak itu.

Selain itu, para pengunjuk rasa juga sudah menyatakan akan menghentikan para pejabat yang akan bekerja. Demonstran akan memutus aliran listrik ke kantor-kantor pemerintahan utama, sebagai bagian dari shutdown.

Otoritas keamanan memperkirakan masalah keamanan akan terus berlanjut dan tak tertutup kemungkinan bakal jatuh korban jiwa lagi. Delapan orang tewas, termasuk satu polisi, dan puluhan lainnya luka-luka dalam kekerasan jalanan sejak dua bulan lalu di Bangkok.

"Ini akan menjadi sangat rawan," kata Pavin Chachavalpongpun, mantan diplomat Thailand dan profesor di Pusat Studi Asia Tenggara di Universitas Kyoto Jepang. Dia mengatakan ada risiko kekerasan politik menyusul tekanan dari para demonstran yang menuntut pemerintah mundur sebelum pemilu.

Bila tetap digelar, pemilu kemungkinan besar akan kembali dimenangkan Yingluck dan partai yang berkuasa saat ini. "Di sisi lain, tak ada jalan pulang untuk para pengunjuk rasa yang sudah datang dari pelosok-pelosok," imbuh Pavin.

Krisis politik saat ini merupakan babak baru ketidakstabilan politik setelah penggulingan perdana menteri Thaksin pada 2006. Taipan yang banting setir menjadi politisi ini masih memiliki dukungan kuat di Thailand utara, bahkan dipuja karena kebijakannya yang populis.

Sebaliknya, di tataran elite negara, Thaksin dicerca oleh kelas menengah Bangkok dan Thailand selatan. Dia disebut sebagai penguasa otoriter dan dituduh mendapatkan suara karena politik uang. Saat ini Thaksin tinggal di luar negeri untuk menghindari pemidanaan karena tuduhan korupsi.

Para pengunjuk rasa menginginkan pembentukan "Dewan Rakyat" untuk menjalankan pemerintahan dan mengawasi reformasi pemilu. Mereka menuntut pemilu akan diadakan 18 bulan mendatang.

Konflik sipil kali ini merupakan yang terburuk sejak 2010, ketika lebih dari 90 orang tewas dalam bentrokan jalanan antara demonstran pro-Thaksin dan pro-militer. Otoritas militer menyatakan sudah siap untuk status darurat bila terjadi kerusuhan, dengan 20.000 polisi dan tentara saat ini bersiaga.

Kepolisian mengatakan telah tersedia pula 12 rumah sakit, 28 hotel, 24 sekolah, dan 5 kantor pemadam kebakaran di daerah rawan bentrokan. Diperkirakan sekitar 700.000 kendaraan harus melintasi tujuh lokasi unjuk rasa yang berlangsung pada hari kerja.

Bursa dan nilai tukar baht sudah anjlok di tengah kekhawatiran baru gejolak politik di Negara Gajah Putih itu, membuat para wisatawan dan investor takut. Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Thailand sudah meminta warga negaranya di sana untuk menyiapkan logistik untuk dua pekan, termasuk makanan, air, dan obat-obatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com