Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB Kecam Hukuman Mati untuk 152 Prajurit Banglades

Kompas.com - 06/11/2013, 21:52 WIB
DHAKA, KOMPAS.com — Komisioner Tinggi PBB Urusan HAM, Navi Pillay, Rabu (6/11/2013), menyuarakan "tanda bahaya" terkait vonis pengadilan Banglades yang menjatuhkan hukuman mati terhadap 152 orang prajurit terkait pembunuhan perwira militer pada 2009.

Pillay menyebut vonis hukuman mati yang dihasilkan dari sebuah proses pengadilan massal itu merupakan hal yang sangat "mengerikan" dan "benar-benar tercela".

"Keadilan tidak akan diperoleh dengan menggelar pengadilan yang gagal memenuhi standar paling mendasar dalam sebuah proses mencari keadilan," kata Pillay di Geneva, Swiss.

Namun, Pemerintah Banglades membela keputusan pengadilan itu dan menegaskan semua terpidana memiliki kesempatan untuk naik banding. Pemerintah Banglades juga membantah pengakuan para terpidana diperoleh lewat proses penyiksaan.

"Para terpidana masih memiliki setidaknya dua kali upaya banding," kata Menteri Kehakiman Shafique Ahmad, sehari setelah vonis pengadilan.

"Tak ada pelaksanaan hukuman mati sebelum ditetapkan mahkamah agung," tambah Shafique.

Meski demikian, Pillay menyerukan investigasi independen untuk mencari tahu apakah telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus ini, terutama penyiksaan dalam tahanan dan pembunuhan pasca-pemberontakan.

"Hasil investigasi akan dipublikasikan dan mereka yang bertanggung jawab harus mendapatkan sanksi sepantasnya," ujar Pillay.

Dia menambahkan, semua tuntutan dan vonis hukum untuk masing-masing terpidana harus ditinjau satu per satu dan semua bukti yang diperoleh akibat penyiksaan harus dihapuskan dari catatan pengadilan.

Meenakshi Ganguly dari organisasi Human Right Watch (HRW) mengatakan, organisasi itu memiliki dokumen kematian 47 prajurit yang ditahan seusai pemberontakan.

Ganguly mengatakan, aktivis HRW mewawancarai tersangka lain yang menderita cacat tetap atau menderita masalah kejiwaan setelah menjalani interogasi di markas pasukan Rapid Action Battalion (RAB).

"Sebagian besar tersangka tidak mengetahui dakwaan mereka dan tidak mendapatkan pembela yang layak," kata Ganguly.

"Mereka mengatakan RAB dan para perwira angkatan darat yang menginterogasi juga menyiksa mereka dan menghukum mereka sebelum kesalahan mereka terbukti di pengadilan," tambah dia.

Namun, semua pernyataan dan tudingan itu dibantah Pemerintah Banglades yang menyatakan tidak ada penyiksaan, dan semua terdakwa mendapatkan pengacara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com