Di pasaran, kata Fajar, terpal plastik lokal kalah bersaing soal harga dengan terpal impor. Rata-rata terpal impor lebih murah Rp 8.000 per kilogram ketimbang harga terpal lokal yang dibanderol Rp 28.000 per kilogram.
Persaingan harga, kata Fajar, tentunya bakal berdampak pada banyak hal. Salah satunya pada pengurangan tenaga kerja di industri ini.
Lalu, dalam catatan Fajar, kini ada penurunan produksi sekitar 15 persen. Sementara, sekitar 95 persen produksi terpal lokal diserap pasar dalam negeri. Lalu, sekitar 10 persennya untuk memenuhi pasar ekspor sejak 2003.
Kualitas
Menurut INAplas dari sisi kualitas terpal lokal lebih baik dan lebih panjang umurnya. Lalu, dari sisi penggunaan, produk lokal bisa tahan 6 -12 bulan. Sementara, daya tahan terpal impor hanya 1-3 bulan tergantung pemakaian.
Dari sisi kuantitas, kapasitas produksi terpal lokal mampu memenuhi permintaan domestik. Walau, permintaan terpal lokal dalam tiga tahun hanya tumbuh rata sekitar 5 persen.
Lazimnya, penggunaan terpal plastik di Tanah Air untuk bahan penutup truk angkutan peningkatan hasil pertanian. INAplas dalam catatan termutakhirnya menunjukkan permintaan terpal plastik pada 2011 sekitar 43.296 metrik ton. Nilainya mencapai Rp 1,08 triliun.
Pada setahun berikutnya, permintaan mencapai 45.461 metrik ton atau setara dengan Rp 1,18 triliun. Sampai dengan akhir 2013, permintaan ada di posisi 47.734 metrik ton. Nilai yang bakal dicapai adalah Rp 1,29 triliun.
Sementara, lanjut Fajar, demi membendung masuknya terpal plastik impor khususnya saat realisasi Komunitas Ekonomi ASEAN, INAplas meminta bantuan pemerintah untuk mengefektifkan Tindakan Pengamanan (Safeguard) terutama dalam pengawasan barang beredar.
Beleid dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan RI No. 176/PMK.011/2011 tanggal 17 Nopember 2011. Menurut Fajar, pada awalnya selama 3 bulan tidak ada impor.
Tapi, pada bulan berikutnya sampai dengan bulan keenam sudah mulai ada lagi impor. "Sampai sekarang, terpal impor sudah membanjiri pasar Indonesia," demikian Fajar Budiyono.