Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Pakistan Diprotes Terkait Pengeboman Gereja

Kompas.com - 24/09/2013, 09:38 WIB
PESHAWAR, KOMPAS.COM - Umat Kristen Pakistan marah setelah serangan dua pengebom bunuh diri di sebuah gereja tua dan bersejarah. Mereka menggelar unjuk rasa di seluruh Pakistan, Senin (23/9). Mereka menuntut jaminan keamanan yang lebih baik atas minoritas yang belakangan menjadi target kelompok garis keras.

Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif mengutuk serangan itu. Dia mengatakan, ”Para teroris tidak memiliki agama. Menargetkan orang yang tidak bersalah adalah tindakan yang bertentangan dengan Islam dan agama mana pun. Terorisme mencerminkan kebrutalan dan pola pikir tidak manusiawi para teroris.”

Sekitar 600 orang memblokade jalan raya di Islamabad. Aksi protes juga terjadi di kota lain, seperti Lahore, Karachi, Peshawar, dan Faisalabad. Mereka mendesak pemerintah lebih tegas mengatasi masalah tersebut.

Aksi protes itu terkait dengan serangan di All Saints Church di Peshawar, Minggu. Menteri Dalam Negeri Chaudhry Nisar Ali Khan mengatakan, 81 orang tewas akibat peristiwa tersebut.

Serangan itu adalah yang paling mematikan dari segala serangan terhadap minoritas. Hal itu sekaligus memunculkan gugatan baru tentang efektivitas proses perdamaian dengan milisi yang dirintis Islamabad. Upaya damai itu bertujuan mengakhiri pemberontakan yang berlangsung dalam satu dekade terakhir. ”Insiden ini adalah yang paling mematikan terhadap umat Kristen di negara kita,” kata Uskup Lahore Irfan Jamil.

Ratusan orang menangis, histeris, dan berpelukan satu sama lain setelah ledakan mematikan itu. Mereka saling menghibur setelah mengetahui ada anggota keluarga yang menjadi korban. Darah berceceran dan menciprati dinding serta lantai gereja.

Salah seorang petinggi Pakistan, Sahibzada Anees, mengatakan, serangan ke gereja juga melukai 141 orang. Dua ledakan oleh dua pelaku bom bunuh diri terjadi saat jemaat hendak meninggalkan gereja seusai makan gratis di halaman depan gereja.

”Ledakan itu bagaikan neraka bagi kami semua,” kata Nazir John yang berada di gereja saat kejadian. Gereja terletak di Distrik Kohati Gate. John, yang berada di gereja bersama lebih dari 400 jemaat, mengatakan, asap dan debu mengepul dari gereja.

Kelompok Jundullah

Kelompok Jundullah, salah satu sayap Taliban, mengklaim bertanggung jawab atas insiden itu. Mereka akan terus menarget minoritas hingga Amerika Serikat menghentikan serangan dengan pesawat tak berawak ke wilayah Taliban.

Serangan pesawat tanpa awak terakhir oleh AS terjadi pada Minggu (22/9). Dua kompleks di wilayah suku Waziristan Utara rusak dan enam orang tewas.

Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus memimpin ribuan orang dalam doa untuk para korban dalam kunjungan ke Sardinia. Paus berkata, ”Pelaku telah mengambil pilihan yang salah; kebencian dan perang.”

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengecam dan menyebut serangan itu ”mengerikan”. ”Dia prihatin atas serangan berulang terhadap minoritas agama dan etnis di Pakistan,” kata Juru Bicara PBB Martin Nesirky.

Ban mengatakan, ”Tindakan teror tidak dapat dibenarkan apa pun alasannya.” Ban menegaskan, solidaritas yang didukung PBB demi perdamaian serta pembasmian terorisme dan ekstremisme harus terus digiatkan. Islamabad agar terus membangun toleransi, memperkuat hubungan antara komunitas agama dan etnis.

Ahmad Marwat, yang mengidentifikasi dirinya sebagai juru bicara sayap Jundullah dari Taliban Pakistan, mengaku pihaknya bertanggung jawab atas serangan itu. Uskup Peshawar Sarfarz Hemphray mengumumkan masa berkabung tiga hari dan menyalahkan pemerintah atas kekerasan terbaru itu. (AFP/AP/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com