Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singapura-KL Hanya 90 Menit dengan Kereta Cepat

Kompas.com - 20/02/2013, 07:27 WIB
R. Adhi Kusumaputra

Penulis

SINGAPURA, KOMPAS.com — Para pemimpin Singapura dan Malaysia sepakat membangun kereta berkecepatan tinggi yang menghubungkan Singapura-Kuala Lumpur dengan waktu tempuh hanya 90 menit.

PM Singapura Lee Hsien Loong dan PM Malaysia Najib Razak mengumumkan kesepakatan ini dalam pertemuan bilateral tahunan di Singapura, Selasa (19/2/2013). Kedua pemimpin negara ini menggambarkan proyek ini akan "mengubah permainan" yang akan memberi kesejahteraan dan keberhasilan bagi kedua negara.

"Proyek ini proyek strategis bagi kedua negara. Proyek ini akan mengubah cara kita melihat satu sama lain. Ini seperti cara orang di London dan Paris yang berpikir ketika Anda dapat pergi-pulang dalam satu hari, melakukan perjalanan bisnis, bertemu teman-teman untuk makan bersama, dan kembali lagi pada hari yang sama," ungkap Lee seperti dilaporkan Channel News Asia.

"Saya menilai proyek ini akan mengubah banyak hal. Ini akan mentransformasi cara orang berinteraksi, intensitas kerja sama kita dan tingkat ketika kita menjadi saling tergantung satu sama lain, dan masing-masing memberi kontribusi untuk keberhasilan bersama," lanjut PM Singapura.

PM Malaysia Najib Razak setuju dengan pernyataan PM Singapura. "Proyek ini akan mengubah cara kita berbisnis, cara kita melihat satu sama lain, cara kita berinteraksi. Hanya dalam waktu 90 menit, orang dapat melakukan perjalanan dari KL ke Singapura, begitu sebaliknya," katanya. "Jadi, saya tertarik dengan proyek kereta cepat ini. Diharapkan, kereta cepat ini selesai pada tahun 2020," lanjut Najib Razak.

Jarak antara ibu kota Singapura dan Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia, sekitar 315 kilometer. Saat ini, perjalanan antarkedua kota membutuhkan waktu hingga 8 jam dengan kereta biasa, sekitar 5 jam dengan bus atau kendaraan pribadi, dan sekitar 45 menit dengan pesawat.

PM Singapura menambahkan, "Waktu 90 menit, waktu perjalanan kereta berkecepatan tinggi ini akan lebih cepat dibandingkan dengan waktu perjalanan dengan pesawat terbang karena di bandara kita menghabiskan waktu tunggu. Saya pikir ini, sebagaimana diungkapkan PM Najib Razak, akan seperti perjalanan antarkota di Eropa. Saya dapat tinggal di satu kota, saya dapat bekerja di kota lain, dan saya dapat kembali pada hari yang sama."

"Hal ini sudah terjadi di Eropa. Juga terjadi di Taiwan. Antara Taipei dan Kaohsiung, orang melakukan perjalanan dengan kereta cepat. Saya pikir ini juga akan terjadi di China karena mereka membangun jaringan kereta berkecepatan tinggi. Lalu jika Anda melihat Asia Tenggara, Anda bicara tentang konektivitas di antara negara-negara di Asia Tenggara, dan kereta cepat Singapura-KL merupakan jaringan yang masuk akal. Populasi ada, vitalitas ekonomi ada, daya beli juga ada. Semuanya rasional," papar Lee.

Najib Razak mengatakan, proyek ini proyek kemitraan antara sektor swasta dan publik. "Kami akan memanfaatkan pengalaman Singapura yang sudah bertahun-tahun mengelola MRT. Kami juga akan melihat negara dan kota lainnya, Inggris, Perancis, Madrid, Barcelona, dan beberapa kota di China yang terhubung oleh kereta berkecepatan tinggi. Itu semua menjadi contoh yang dapat kami gunakan sebagai modal untuk bekerja, model praktis bagi jaringan kereta cepat antara Singapura dan KL. Proyek ini proyek besar," urainya.

Jaringan kereta berkecepatan tinggi ini akan melengkapi proyek kereta lainnya, jaringan sistem rapid transit yang menghubungan Johor Bahru di selatan Malaysia dan kereta-kereta lokal Singapura di sepanjang jalur Thomson Line, yang dijadwalkan siap pada tahun 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com