Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantuan Kemanusiaan Korban Konflik Rakhine Jadi Prioritas

Kompas.com - 07/01/2013, 22:02 WIB
Wisnu Dewabrata

Penulis

SITTWE, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia tengah menjajaki kemungkinan jenis bantuan yang dapat diberikan kepada para korban konflik sektarian berdarah di wilayah Rakhine, kawasan sebelah barat Myanmar, yang beberapa kali terjadi tahun lalu.

Rencananya pemerintah RI berkomitmen menyalurkan bantuan senilai satu juta dolar Amerika Serikat, seperti kembali disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Senin (7/1/2013), saat berkunjung ke empat lokasi kamp pengungsi warga korban konflik di wilayah negara bagian Rakhine.

"Kemungkinan fokus awal adalah memberikan bantuan kemanusiaan. Selain itu kita juga melihat pentingnya mengembalikan rasa saling percaya antar kedua kelompok masyarakat pasca kejadian kemarin. Fokus lain terkait pemulihan kondisi perekonomian dan mata pencarian mereka," ujar Marty.

Wartawan Kompas Wisnu Dewabrata diundang Kementerian Luar Negeri melawat ke beberapa lokasi bekas konflik di Sittwe, Rakhine, Myanmar.

Marty memulai rangkaian lawatannya atas undangan pemerintah Myanmar. Marty dan rombongan didampingi Menteri Urusan Perbatasan, Mayjen Thein Htay, yang juga menjadi pejabat utama menangani persoalan di Rakhine.

Empat lokasi pengungsian yang dikunjungi antara lain di kotapraja (township) Kyauktaw, Pauktaw, dan Maungdaw. Masing-masing lokasi berada di wilayah terpencil dan harus dicapai rombongan dengan menggunakan helikopter Mi-17 milik Skuadron 17 Angkatan Udara Myanmar.

Dalam pengarahan singkat menteri Htay mengatakan salah satu fokus utama yang tengah diupayakan pemerintahnya saat ini adalah membangun kembali rumah-rumah warga korban konflik sekaligus mengembalikan kondisi dan rasa aman warga.

"Sebagian besar warga di sini, terutama mereka yang terkena dampak akibat konflik, bekerja sebagai petani dan nelayan, yang sangat tergantung pada lokasi tempat mereka tinggal. Saat ini kami membutuhkan banyak kontraktor untuk bisa dilibatkan dalam proses pembangunan kembali itu," ujar Htay.

Kondisi pengungsi memprihatinkan Lebih lanjut sepanjang pengamatan Kompas di lokasi-lokasi pengungsian tersebut, kondisi sangat memprihatinkan akibat tak adanya tempat tinggal layak, sarana sanitasi dan kesehatan yang buruk, serta akses serta jalur transportasi yang sangat minim, mengakibatkan banyak pengungsi tinggal dalam kondisi menyedihkan.

Sebagian dari mereka, kebanyakan warga etnis Rohingya, tinggal di tenda-tenda terpal bantuan sejumlah negara dan organisasi kemanusiaan dunia sementara sebagian lagi tinggal di gubuk seadanya, yang dibangun dari kayu-kayu serta beratapkan daun-daun kelapa kering.

Menurut beberapa pengungsi yang ditanya melalui jasa penerjemah, satu keluarga terdiri dari sedikitnya lima orang tinggal berdesak-desakan di tenda-tenda atau gubuk-gubuk tak layak huni seluas 2x3 meter persegi beralaskan tanah.

Banyak anak, sebagian besar dari mereka masih berusia di bawah lima tahun, juga tampak tak terawat akibat ketiadaan fasilitas kebersihan dan kesehatan yang mencukupi.

Menurut sejumlah warga pengungsi, anak-anak mereka juga tak dapat bersekolah sementara mobilitas warga mereka sangat dibatasi. Menurut Mustofa (45), salah seorang pengungsi di Desa Sanbalay, Min Bya, harta benda yang mereka miliki seperti rumah dan hewan ternak habis akibat kerusuhan. Mereka tak punya lagi tempat tinggal dan mata pencarian layak untuk menghidupi keluarga mereka masing-masing.

Hal sama juga disampaikan Kadir (44), warga Rohingya yang mengungsi di kamp penampungan di desa Taung Bwe, Kyauktaw. Para warga dewasa tak dapat bebas bekerja lantaran mereka dilarang bepergian keluar dari lokasi pengungsian.

"Kami tak ada kerja. Anak-anak kami pun tak dapat sekolah. Kalau ada yang sakit kami tak dapat bawa ke rumah sakit di Sittwe. Semua harta kami habis," ujar Kadir.

Menurut data lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa untuk koordinasi misi kemanusiaan dunia (UN OCHA), jumlah korban kerusuhan sektarian berdarah di seluruh kawasan negara bagian Rakhine, baik dari etnis Rohingya maupun Rakhine, jumlahnya mencapai 115.000 orang.

Pada 21 Novmber 2012, bersama pemerintah Myanmar, UN OCHA mulai menjalankan program cepat tanggap (Revised Rakhine Response Plan), yang diperkirakan membutuhkan dana bantuan kemanusiaan sebesar 67,6 juta dolar Amerika Serikat.

Sementara itu pemerintah dan organisasi kemanusiaan asal Indonesia sendiri telah menyalurkan bantuan kemanusiaan, baik dalam bentuk tunai maupun barang, sebesar 1,19 juta dolar AS.

Beberapa organisasi kemanusiaan itu antara lain Palang Merah Indonesia, Aksi Cepat Tanggap, Badan Amil Zakat Nasional, MER-C, dan lembaga kemanusiaan nasional (PKPU). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com