Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulit Capai Konsensus soal Penanganan Konflik Laut China Selatan

Kompas.com - 20/11/2012, 14:55 WIB
Taufik H Mihardja

Penulis

PHNOM PENH, KOMPAS.com — Para pemimpin ASEAN dalam mengakhiri pertemuan mereka di Phnom Penh, Kamboja, Selasa (20/11/2012) petang ini, tampaknya tidak akan mencapai sebuah "konsensus bulat" tentang bagaimana cara menangani konflik di Laut China Selatan (LCS).

Konflik tersebut disebabkan oleh adanya tumpang tindih klaim terhadap wilayah yang diyakini memiliki sumber daya alam dan mineral yang sangat kaya itu.

Dalam situasi seperti itu, Indonesia diharapkan menjadi penengah dan pemberi solusi dari berbagai kepentingan, termasuk kepentingan negara-negara besar utama di wilayah ini, yakni RRC dan Amerika Serikat.

Ke arah itulah, kata Menlu Marty Natalegawa, tim Indonesia mengajukan proposal supaya mereka yang terlibat dan negara ketiga yang berkepentingan sama-sama mendorong terjaganya perilaku.

"Sehingga wilayah ini tetap terkelola dalam keadaan damai dan kalaupun ada konflik di sana-sini bisa diselesaikan dengan kerangka dialog," kata Marty.

Kekhawatiran akan berkembangnya ketegangan militer di LCS ini diangkat oleh PM Jepang ketika bertemu para pemimpin ASEAN, Senin. Kamboja menyatakan tidak ada masalah karena ASEAN sudah sepakat tidak menginternasionalisasi penyelesaian konflik di LCS.

Namun, pernyataan Kamboja itu dibantah Filipina. Presiden Filipina Benigno Aquino menyatakan tidak demikian halnya dan cara-cara yang dilakukan oleh masing-masing negara—sebagai sebuah negara berdaulat—jangan sampai dilarang hanya karena ada cara ASEAN.

"Cara ASEAN bukan satu-satunya," kata Aquino. Pendapat ini dilaporkan diamini Vietnam, yang juga menjadi pihak yang sering bertikai di LCS dengan China.

Dengan begitu, terjadi dua kubu. Satu kubu mendukung penyelesaian bilateral saja atau terbatas pada pihak-pihak yang terlibat di kawasan itu saja. Kubu ini didukung China. Kubu lain mendorong cara-cara penyelesaian tumpang tindih dan konflik di LCS itu dengan pendekatan multinasional. Kubu ini pro-Amerika Serikat.

RRC, seperti disampaikan PM Wen Jiabao, pada pertemuan dengan ASEAN itu, juga menyatakan mendukung saja prakarsa ASEAN yang sudah digariskan sejak 10 tahun lalu, yang menitikberatkan pada keterlibatan negara-negara terkait saja. Sementara Amerika Serikat, seperti dikatakan Presiden Barack Obama dalam pertemuan dengan ASEAN kemarin malam, akan mendukung pendekatan hukum apa pun dalam konteks yang transparan.

Melihat ancaman "ketiadaan konsensus itu", Indonesia mengintervensi. Indonesia menjelaskan kepada semua pihak, terutama kepada Filipina, untuk tidak gusar. Cara internasional ataupun bilateral, formal atau tidak formal, kata Marty, tidak terlalu masalah.

"Toh sekarang juga sudah dibahas pada level internasional," katanya.

Yang penting, menurut Indonesia, seperti dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada forum KTT itu, semua pihak mendukung terkelolanya suasana damai di LCS.

"Pihak ketiga seyogianya mendorong agar suasana damai ini tetap terjaga demi stabilitas dan pertumbuhan kesejahteraan kawasan. Itu yang penting," kata Marty. Yang disebut pihak ketiga oleh Marty adalah negara luar kawasan, seperti AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com