Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deklarasi SCAF Ciptakan Krisis Baru

Kompas.com - 20/06/2012, 10:34 WIB

KAIRO, KOMPAS.com - Deklarasi konstitusi baru yang dikeluarkan Dewan Agung Militer (SCAF), yang memangkas kekuasaan presiden, menimbulkan krisis baru di Mesir. Padahal, hasil pemilihan presiden belum lagi dipastikan dan negeri itu masih dikejutkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan parlemen hasil pemilu.

Amerika Serikat lewat juru bicara Kementerian Luar Negeri Victoria Nuland di Washington, Senin (18/6/2012), mendesak SCAF kukuh pada jadwal transisi kekuasaan pada pemerintahan sipil hasil pemilu. Mereka cemas terhadap usaha SCAF untuk melanggengkan kekuasaan militer, seperti isi deklarasi tersebut. AS mengancam, hal itu bisa membuat mereka meninjau ulang hubungan dengan Mesir, termasuk bantuan miliaran dollar AS untuk pembangunan dan militer.

”Kami mendesak SCAF memulihkan kepercayaan rakyat Mesir dan dunia internasional pada transisi demokrasi, dengan menjalankan komitmen yang mereka sampaikan,” ujar Nuland.

Deklarasi itu memberikan otoritas sangat luas kepada SCAF. Otoritas itu antara lain untuk mengurus urusan internal militer, menunjuk pemimpin militer, dan kekuasaan legislatif. SCAF juga diberi hak menolak isi konstitusi yang disusun Dewan Konstituante, dan membentuk Konstituante baru jika dewan yang dibentuk parlemen itu gagal menjalankan tugasnya.

Kekecewaan yang memuncak membuat berbagai kekuatan politik, baik dari kubu Islamis, nasionalis, maupun liberal, bersatu untuk menggelar unjuk rasa di alun-alun Tahrir, Kairo, Selasa, untuk menolak deklarasi SCAF itu, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, dari Kairo.

Setelah deklarasi itu, publik Mesir juga dikejutkan dengan penunjukan Mayor Jenderal Abdel Mukmin Fouda sebagai ketua kantor kepresidenan untuk presiden baru nanti. Padahal, komisi pemilihan umum belum lagi memutuskan pemenang pemilu. Kedua kandidat presiden, Muhammad Mursi dan Ahmed Shafik, sama-sama mengklaim telah memenangi pemilu.

Selain itu, SCAF membentuk dewan pertahanan nasional yang mayoritas anggotanya perwira tinggi militer. Dewan pertahanan nasional itu diberi hak mengambil keputusan strategis berdasarkan suara mayoritas.

Tokoh-tokoh publik Mesir menyebut deklarasi SCAF itu sebagai kudeta total. Aktivis dan dosen ilmu politik Universitas Kairo, Amr Hamzawi, menuduh militer ingin membuat negara dalam negara. Gerakan pemuda 6 April menyebut, presiden baru nanti hanya sebagai boneka SCAF setelah otoritasnya dilucuti melalui deklarasi konstitusi baru.

Adapun Dekan Fakultas Hukum Universitas Munoufiya, Muhammad Mahsub, mengatakan, rakyat Mesir menderita akibat otoritas mutlak Presiden Hosni Mubarak yang menjadi diktator. Kini, rakyat kecewa karena presiden berikutnya hanya sebuah jabatan kehormatan tanpa otoritas, di bawah bayang-bayang SCAF. (AP/AFP/WAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com