Ikhwanul Muslimin memperingatkan bahwa demokrasi Mesir yang masih rawan kini dalam bahaya, setelah MA membatalkan pemilihan umum tahun lalu.
Dalam pernyataannya, Ikhwanul Muslimin menyebut Mesir akan menghadapi hari ''berbahaya'' jika kekuasaan dikembalikan ke mereka yang terkait dengan rezim sebelumnya.
Kandidat kelompok ini Mohammed Mursi, akan menghadapi mantan PM Ahmed Shafiq dalam pemilihan presiden putaran kedua akhir pekan ini.
Keputusan Mahkamah Agung, Kamis (14/6/2012) kemarin menyebabkan Mesir kembali bergejolak.
MA memutuskan pemilihan parlemen tahun lalu - yang pertama berlangsung secara bebas dan adil dalam beberapa dekade terakhir - tidak konstitusional, dan memerintahkan pemilu ulang.
Keputusan itu membuat kekuasaan legislatif kembali ke Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, SCAF, yang sempat bertugas mengawasi proses transisi Mesir setelah penggulingan Hosni Mubarak Februari 2011.
MA dalam keputusannya juga membolehkan Shafiq untuk ikut pilpres putaran kedua.
Sebuah 'kudeta'
Oposisi mengkhawatirkan SCARF mencoba untuk meningkatkan pengaruhnya lagi dan menyebut keputusan MA sebagai sebuah ''kudeta'' untuk melemahkan revolusi, yang dilakukan oleh para hakim yang diangkat mantan Presiden Mubarak.
Ikhwanul Muslimin - yang memenangkan 46 persen suara di parlemen - menyatakan keputusan itu mengindikasikan Mesir tengah menuju ''hari-hari yang sulit yang mungkin lebih berbahaya dari hari-hari terakhir kekuasaan Mubarak''.