Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turkmenistan, Negara Unik di Era Modern

Kompas.com - 06/06/2012, 13:30 WIB
Simon Saragih

Penulis

ASHGABAT, KOMPAS.com- Istana Negara Turkmenistan yang berbinar baru saja selesai dibangun. Akan tetapi di balik kemilau istana itu negara ini adalah salah satu dari negara tiran yang masih eksis di era modern.

Demikian diberitakan kantor berita Agence France Presse France (AFP), Rabu (6/6/2012).

Situs jejaring soal Facebook secara resmi diblokir di negara berpenduduk sekitar lima juta jiwa itu. Kamera-kamera pemantau warga dipasang di setiap sudut jalan untuk memantau perilaku setiap warga.

Menyalakan korek api untuk merokok di jalanan juga merupakan hal yang terlarang di negara yang bertetangga dengan Iran ini.

Presiden Gurbanguly Berdymukhamedov diuntungkan dengan keberadaan sumber daya alam gas yang membuat negara ini memiliki uang relatif memadai. Namun, Presiden yang memimpin salah satu negara paling tertutup di dunia ini berperilaku sama seperti pendahulunya diktator Saparmurat Niyazov.

Almarhum mantan Presiden seumur hidup Niyazov — dijuluki Turkmenbashi atau Bapak Bagi Semua Orang Turki- meninggal pada 2006. Setelah itu Menteri Kesehatan Berdymukhamedov, yang kini jadi Presiden, naik tahta dan berjanji melakukan liberalisasi di negara yang memisahkan diri dari Uni Soviet tahun 1991.

Akan tetapi, Berdymukhamedov ingkar janji. Dia melanjutkan gaya kepemimpinan diktator. Dia tidak mengizinkan keberadaan oposisi di negara itu. Setiap kritikan terhadap negara dianggap sebagai upaya destabilisasi dan terancam hukuman 25 tahun penjara.

Kini, para musuh negara berada di penjara atau di pengasingan di luar negeri. Semua media dikontrol dan akses media internasional diputus. Keberadaan jaringan internet juga dipantau ketat. Situs milik Human Rights Watch dan Amnesty International — yang gencar mengkritik keadaan hak asasi manusia di Turkmenistan juga diblokir.

Dengan keadaan itu, warga lokal juga enggan atau takut berbicara dengan pihak asing. Mengambil foto juga dilarang di tempat umum. Kebutuhan terpenuhi. "Kehidupan kami di sini baik-baik saja dan tenang," kata seorang perempun penjaga toko di sebuah pasar di Ashgabat.

Mohammed (44), seorang supir taksi mendukung pernyataan itu. "Kebutuhan air, gas, listrik, dan alat pemanas sangat murah karena subsidi pemerintah. Kami mendapatkan semua yang kami perlukan seperti makanan dan tidak ada perang di sini. Apa lagi yang akan Anda tuntut," katanya.

Namun demikian, negara ini terkesan membosakan. Klakson mobil pun dilarang dibunyikan, musik juga tidak bisa diputar keras-keras, dan semua pub serta restoran ditutup pada pukul 11 malam.

Wartawan asing yang kebetulan dizinkan masuk ke negara itu diawasi ketat agar tidak bisa melihat keadaan di luar ibu kota, yang gemerlap dengan simbol kemewahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com