Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/03/2012, 07:35 WIB
Oleh: Trias Kuncahyono

Empat belas tahun silam, 21-25 Januari 1998, Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Kuba. Kunjungan itu atas undangan pemimpin Kuba Fidel Castro. Dari sudut pandang Vatikan, inilah perziarahan pastoral atau perziarahan sebagai gembala yang dimaksudkan untuk memperkuat Gereja Katolik Kuba guna menghadapi masa depan Kuba, apa pun bentuknya.

Dari sudut pandang Havana, inilah bagian dari usaha pemerintahan Fidel Castro untuk mengintegrasikan Kuba dengan kehidupan belahan bumi Barat. Kebijakan Castro itu didorong oleh peristiwa luar biasa yang terjadi di Uni Soviet: runtuhnya rezim komunisme Uni Soviet dan bubarnya negara tersebut menjadi banyak republik merdeka. Dengan hancurnya Uni Soviet, Kuba kehilangan sumber subsidi yang telah lama dinikmati, ditambah lagi dengan embargo ekonomi dari AS.

Akan tetapi, bila dilihat secara lebih luas, inilah sentuhan terakhir dalam drama ideologi terbesar di akhir abad ke-20, yakni konflik antara humanisme atheistik dan humanisme Kristiani. Komunisme, yang dianut Kuba, adalah ekspresi humanisme atheistik. Dan, kedatangan Paus Yohanes Paulus II ke Kuba menawarkan kembali humanisme Kristiani.

Dalam salah satu khotbahnya waktu itu, Paus Yohanes Paulus II mengatakan, humanisme Kristiani itu membebaskan atau kemanusiaan dalam iman Kristiani berarti pembebasan: manusia adalah ciptaan yang diberi kebebasan untuk menentukan hidupnya.

Kenangan atas kunjungan Paus Yohanes Paulus II itu kemarin hidup lagi saat Paus Benediktus XVI mengunjungi Kuba. Paus Benediktus XVI menyebut kunjungan pendahulunya itu ”bagaikan angin sepoi-sepoi yang memberikan kekuatan baru pada Gereja Kuba”.

Ia seperti menapaki kembali jalan yang dulu dilalui Paus Yohanes Paulus II. Ia mengunjungi Kuba untuk ”perziarahan kemurahan hati” dan akan berdoa untuk perdamaian, kebebasan, dan rekonsiliasi (The Christian Science Monitor, 26/3). Inilah bahasa lain dari ”perziarahan pastoral”, istilah yang dulu digunakan Paus Yohanes Paulus II. Dulu, Paus Yohanes Paulus II disambut Fidel Castro, kini Paus Benediktus XVI disambut Raul Castro. Keduanya mengenang kunjungan bersejarah Paus Yohanes Paulus II.

Yang terjadi saat ini, menurut Brenda Carranza, seorang pakar studi-studi keagamaan di Pontificia Universidade Catolica de Campinas, di Brasil, sama seperti saat Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Kuba. Pemerintah Kuba butuh membangun jembatan untuk berhubungan dengan dunia internasional. Dan, Gereja Katolik membantu membangun jalan ke arah sana. Itulah sebabnya Raul Castro mengatakan, Kuba yang sosialis memberikan kebebasan penuh untuk beragama dan menjalin hubungan yang baik dengan Gereja Katolik.

Dengan mengatakan itu, ia berharap, lewat Gereja, Kuba dapat memperoleh lagi legitimasi, lebih banyak kepercayaan, dan menarik investasi dari Barat. Gereja barangkali memang bisa menjadi jembatan yang menghubungkan Kuba dengan Barat. Kuba tidak bisa terus hidup ”di dalam tempurung”.

Oleh karena itu, Paus Benediktus XVI mengingatkan bahwa struktur Marxist Kuba ”tidak lagi cocok dengan realitas (dewasa ini)”. Kuba harus mengadopsi ”model baru”. Model mana yang akan diambil Kuba? Model Rusia atau model China? Yang pasti komunisme sudah mati! Komunisme terbukti gagal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com