Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mawar Padang Gurun

Kompas.com - 10/03/2012, 09:38 WIB

KOMPAS.com - Di akhir revolusi Tunisia, Januari 2011, tersiar berita menarik, ”.... Leila Trabelsi, istri presiden terguling Zine al-Abidine Ben Ali, kabur meninggalkan Tunisia dengan membawa satu setengah ton emas....”

Leila sering disebut sebagai ”Marie Antoinette”-nya Tunisia untuk menggambarkan gaya hidupnya yang serba wah. Marie Antoinette (1755-1793) adalah istri Raja Perancis Louis XVI yang akhirnya dihukum mati dipenggal kepalanya dengan guillotine. Leila, ibu negara Tunisia, juga sering disebut sebagai ”Imelda Marcos”-nya Tunisia karena kemaruk akan harta, dan dianggap sebagai penguras harta negara.

Nasib Leila dan Ben Ali, sekarang di Arab Saudi, lebih baik dibanding mantan penguasa Mesir, Hosni Mubarak, dan istrinya, Suzanne Mubarak. Mubarak kini sakit-sakitan menunggu putusan hukuman. Suzanne pun tak bisa menikmati masa tuanya dengan tenang: suami dan dua putranya diadili.

Barangkali nasib Safiya, istri kedua Moammar Khadafy, tidak kalah tragisnya. Ketika revolusi masih bergelora di Libya, dan ketika Khadafy masih berjuang menghadap kelompok oposisi, Safiya dan tiga anaknya mencari selamat: minta perlindungan ke Aljazair. Ia kehilangan suami dan anaknya, yang tewas secara tragis, dan kini hidup di negeri orang.

Kini, ketika revolusi di Suriah tengah bergelora, ketika tentara pemerintah tanpa ampun menggempur pasukan oposisi, ketika jumlah korban tewas terus bertambah—PBB memberikan angka 7.500 orang—ketika dunia terus berteriak agar Presiden Bashar al-Assad mengundurkan diri, nama ibu negara Suriah Asma al-Assad (35) banyak juga dibicarakan.

Perempuan Suriah kelahiran Acton, London barat, Inggris—putri mantan diplomat Fawaz Akhras—ini oleh majalah Vogue disebut, ”Sekuntum Mawar di Padang Gurun” (Newsweek, 12/3), dan oleh majalah Paris March diibaratkan ”elemen cahaya di negeri yang penuh zona bayang-bayang”. Dengan kata lain, Asma al-Assad, yang selalu tampil ”sangat menarik, memesona, luwes, cerdas, dan bijak” benar-benar bagaikan seberkas cahaya di tengah kegelapan.

Suriah, negeri yang diperintah suaminya, kini memang dalam kegelapan. Tidak ada lagi belas kasihan. Nyawa manusia begitu murah harganya. Setiap hari seratusan orang tewas dalam pertempuran. Ribuan orang lainnya mencari selamat dengan mengungsi ke Lebanon, Irak, dan juga Turki.

Tidak aneh kalau kemudian Christopher Dickey dalam kolomnya di majalah Newsweek bertanya, ”Bagaimana bisa terjadi seorang perempuan terpelajar, elegan, menikah dengan seorang monster seperti ini? Tentu ada sesuatu yang salah dalam dirinya.” Lalu Dickey menjawab sendiri pertanyaannya itu, ”Barangkali—ini barangkali—ungkapan yang pas untuk menggambarkan Asma al-Assad adalah ’istri yang baik’.”

Asma al-Assad memang beda dengan Leila Trabelsi, ”Marie Antoinette” dari Tunisia, yang kemaruk harta dan mengendalikan suaminya. Tetapi, orang tetap akan bertanya, apa yang dilakukan mantan bankir itu ketika melihat suaminya memerintahkan tentara membunuhi rakyatnya? Apakah ia diam saja? Atau tidak berdaya? (Trias Kuncahyono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com