Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khadafy: Hidup dan Mati

Kompas.com - 28/02/2011, 10:05 WIB
Oleh: Trias Kuncahyono

Sungguh menarik pernyataan salah seorang anak pemimpin Libya Moammar Khadafy, Saif al-Islam, akhir pekan lalu lewat televisi. Ia menyatakan, ayahnya mempunyai tiga rencana dalam menghadapi perlawanan rakyat.

Saif al-Islam, yang beberapa hari lalu mengancam akan menciptakan ”sungai darah” kalau perlawanan terhadap ayahnya terus dikobarkan, mengatakan, tiga rencana itu adalah ”Rencana A, hidup dan mati di Libya; Rencana B, hidup dan mati di Libya; dan Rencana C, hidup dan mati di Libya”.

Bagian dari rencana itu diwujudkan Khadafy saat pidato hari Jumat lalu di Alun-alun Hijau (Green Square) yang juga disiarkan stasiun televisi lokal dan stasiun televisi jaringan internasional. Ia mengatakan secara jelas akan membagikan senjata kepada siapa saja yang bersedia bertempur di pihaknya. Ia juga mengatakan akan ”membakar” Libya.

Jelas kiranya, tidak ada kata mundur dalam kamus Khadafy. Hidup dan mati di negerinya adalah pilihannya. Ia sama sekali tidak peduli bahwa keinginannya itu mengorbankan rakyatnya. Ia tidak peduli dunia internasional juga mengecamnya, bahkan atas restu PBB menjatuhkan sanksi atas Libya yang pemimpinnya dianggap telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

Khadafy, yang sudah berkuasa sejak tahun 1969, tidak peduli berapa banyak rakyatnya mati ditembak tentaranya dan tentara bayaran yang diupahnya. PBB memperkirakan lebih dari 1.000 orang telah tewas selama 10 hari terakhir. Tetapi, bagi Khadafy, seribu orang tewas hanyalah sekadar angka. Yang paling penting baginya adalah menyelamatkan kekuasaannya, keluarganya, dan pada ujungnya hartanya.

Sulit, bahkan amat sulit, memahami perilaku dan perangai Khadafy. Barangkali apa yang dilakukan oleh Khadafy masuk dalam kategori menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan seperti yang diteriakkan oleh Niccolo Machiavelli.

Machiavelli (1469-1527) yang lahir dan hidup di Firenze, Italia, mengatakan, penguasa hanya boleh mengenal satu tujuan, yakni mempertahankan dan memperbesar kekuasaannya. Demi tujuan itu, penguasa boleh melakukan tindakan apa saja (St Sularto, Niccolo Machiavelli, Penguasa Arsitek Masyarakat).

Machiavelli mengembangkan teknik-teknik untuk merebut dan memantapkan pegangan atas kekuasaan politik. Demi tujuan itu, sang penguasa jangan mau dihambat oleh norma-norma moral. Seperlunya ia harus bersikap kejam, tidak takut bohong, bersedia membunuh, dan jangan merasa terikat pada janji atau ikatan utang budi. Seorang penguasa yang bermurah atau baik hati tidak akan berdaya. Kesediaan untuk mempertahankan kekuasaan dengan sarana apa pun yang efektif, termasuk yang tidak bermoral, adalah inti paham yang disebut Machiavellist.

Seperti itukah wajah Khadafy? Kalau memang demikian, dunia, negara-negara, dan PBB, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian, mempunyai kewajiban melindungi rakyat Libya dari angkara murka pemimpinnya.

Apabila pembunuhan terus dilakukan, negara-negara lain harus bertindak, sekurang-kurangnya, memberikan tempat perlindungan bagi para pengungsi dan menerapkan semacam zona larangan terbang di atas Libya. Hal yang sama pernah dilakukan AS, Inggris, dan Perancis saat melindungi orang-orang Kurdi dalam kemurkaan Saddam Hussein. Semakin dunia diam saja, semakin banyak orang mati sia-sia di tangan Khadafy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com