Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajarlah dari Pengalaman Uni Soviet!

Kompas.com - 09/11/2009, 22:00 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com - Mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada Minggu (8/11) menyarankan Amerika Serikat (AS) tidak menambah tentara ke Afganistan, mendesak pembaruan diplomasi, dan pada akhirnya penarikan tuntas pasukan negara adidaya itu. "Saya pikir bahwa yang diperlukan bukanlah tambahan tentara," kata Gorbachev kepada jaringan berita Amerika Serikat CNN, dengan menambahkan bahwa penarikan tentara dari Afganistan seharusnya menjadi tujuan.
   
Gorbachev, pemimpin terakhir Uni Soviet, yang memerintah sejak 1985 hingga bubarnya pada 1991, memimpin penarikan tentara Soviet dari Afganistan.
   
Walaupun pendudukan Uni Soviet atas Afganistan dianggap banyak sejarawan sebagai kekalahan penjajahan Soviet, Gorbachev mendesak Amerika Serikat mengikuti cara negaranya, saat Washington mempertimbangkan upaya di negara penuh kekerasan Afganistan.
   
Ia mengatakan kepada CNN bahwa Washington sebaiknya memusatkan pikiran pada perundingan di Afganistan untuk mengakhiri penderitaan panjang rakyat itu.
   
Gorbachev juga menyatakan pemerintahnya juga mempertimbangkan penambahan tentara selama pendudukannya atas Afganistan, tapi akhirnya memutuskan sebaliknya. "Ini juga kami dibicarakan, tahunan. Tapi, kami memutuskan tidak melakukannya. Saya pikir bahwa pengalaman kami pantas mendapat perhatian," kata Gorbachev.
   
"Bahkan, kami memutuskan menekankan perkembangan dalam negeri di Afganistan, rujuk bangsa," kata Gorbachev kepada CNN.
   
"Kami juga membahas persoalan ini lewat pertemuan antarbangsa, dan kami berembuk dengan Amerika Serikat, dengan Iran, dengan Pakistan dan dengan India," katanya.
   
Gorbachev mengemukakan pernyataan itu saat Presiden Amerika Serikat Barack Obama mempertimbangkan kemungkinan mengirim tentara tambahan ke Afganistan, mengikuti permintaan Pentagon bagi 40.000 lagi tentara di sana.
   
Sejumlah 916 tentara Amerika Serikat merupakan bagian dari 1.516 tentara asing tewas di negara terkoyak perang itu sejak serbuan pimpinan negara adidaya tersebut untuk menggulingkan Taliban pada 2001. Lebih dari 100.000 tentara dari 40 negara berada di Afganistan untuk memerangi perlawanan Taliban, yang makin berdarah.
   
Dukungan di Amerika Serikat untuk perang di Afganistan mencapai dasar baru, kata jajak pendapat disiarkan pada tengah September.
   
Jajak pendapat Penelitian Pendapat CNN menunjukkan tingkat tentangan pada kemelut delapan tahun itu, dengan 58 persen petanggap mengatakan menentang perang itu, sementara 39 persen mendukung.
   
Jajak pendapat itu melibatkan 1.012 orang Amerika Serikat pada 11-13 September dan mempunyai tingkat kesalahan tiga persen.
   
Jajak pendapat di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa sebagian besar menganggap perang itu tak bernilai, sementara beberapa sekutu Obama dari Demokrat sudah meletakkan patok banding untuk keberhasilan atau bahkan jadwal penarikan.
   
Jajak pendapat sebelumnya CNN, yang disiarkan pada dua pekan sebelumnya, menunjukkan 57 persen dari orang Amerika Serikat menentang perang di Afganistan.
   
Pada Juli, 54 persen dari yang ditanya mengatakan menentang perang itu, sudah dengan tajam naik dari 46 persen pada April.
   
Pada dua tahun lalu, warga Amerika Serikat lebih merata terbagi mengenai perang itu, dengan 50 persen mendukung dan 48 persen menentang, kata jajak pendapat CNN.
   
Bom buatan rumahan, yang dikenal dengan IED dan dipasang di jalan, menjadi pembunuh utama tentara asing di di Afganistan, kata pemimpin politik Barat.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com