Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duka Nestapa Perempuan Afganistan

Kompas.com - 25/09/2009, 14:02 WIB

KABUL, KOMPAS.com — Mata coklat Shameen nyaris menghilang ketika dia memikirkan satu hari yang ingin dia hapus dari ingatannya, tetapi semuanya masih tampak begitu jelas. Masih dalam kondisi trauma, dia mengisahkan kejadian-kejadian yang membawa dia berada di sebuah rumah perlindungan di Kabul, Afganistan.

Dia diperkosa dan ditikam nyaris tewas oleh suaminya sendiri tujuh hari sebelumnya. Bibirnya gemetar dan sorot matanya penuh ketakutan ketika menceritakan peristiwa itu. "Dia menimpakan badannya pada saya. Saya hanya bisa berteriak," katanya.

Dia dinikahkan (dengan cara dijodohkan) 15 tahun lalu ketika dia masih remaja. Selama itu pula dia disiksa dan dianiaya, setiap hari dia menderita pukulan dengan kabel listrik atau lempengan logam. "Dia mengejar saya dengan palu. Dia berkata, jika saya berisik dia akan menikam saya," kata Shameen tentang perilaku suaminya.

Dia dan suaminya tidak bisa punya anak. Di Afganistan, dalam masalah seperti ini, kesalahan selalu ditimpakan pada perempuan.

Setelah sebuah kasus pemukulan yang parah, Shameen melarikan diri dari rumah menuju pos polisi. Suaminya pun berjanji kepada polisi bahwa dia tidak akan menyerangnya lagi. Maka, Shameen pun mengalah dan setuju untuk kembali ke rumah bersama suaminya.

Beberapa hari di rumah, suaminya mengajak dia melawat ke makam adik perempuan Shameen. Adiknya itu masih berusia 15 tahun dan dibakar hingga tewas karena tidak mampu menyenangkan suaminya.

Shameen mengatakan, adik kecilnya berusia 11 tahun ketika dipaksa menikah dengan seorang laki-laki yang lebih tua. Suaminya terus memukuli dia sampai suatu hari sang suami membunuhnya.

Ketika Shameen berjalan di kuburan bersama suaminya, sang suami membawa dia ke dekat tempat pemujaan. Di situ suaminya memaksa dia rebah ke tanah, menyingkapkan burkak dan memerkosanya. Suaminya mengancam dia dengan sebuah pisau dan bertanya kepadanya, siapa yang akan membantunya sekarang. Shameen berteriak ketika suaminya membacok leher dan tubuhnya.

Beruntung, seorang pelintas menyelamatkannya. Sekarang, dia tidak punya orang lain untuk bersandar, bahkan tidak juga orangtuanya. Di mata mereka, Shameen telah membuat mereka malu, sebuah pelanggaran yang dapat diberi hukum mati.

Di Afganistan, seorang perempuan disalahkan atas ketidakadilan yang dialaminya. Shameen mengatakan, ketika adik perempuannya dibunuh, orangtuanya menutup mata. Dia rindu orangtua dan saudara-saudara kandungnya tapi dia tahu, dia tidak mungkin melihat mereka lagi. "Mereka akan membunuh saya," katanya tanpa berkedip.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com