Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjengkelkan, tapi Kita Memang Harus Belajar dari "Si Truly Asia" (2)

Kompas.com - 01/09/2009, 10:26 WIB

Cerita kecil soal pin

KOMPAS.com — Menikmati airport taxi dari Bandara Kuala Lumpur ke pusat kota menjadi pengalaman yang membosankan sekaligus menakutkan. Sebab, di jalan bebas hambatan, sopir cenderung ngebut dan ceroboh. Sebaliknya di jalan yang padat, kemacetan menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Dalam hal kemacetan itu, Kuala Lumpur tidak kalah jauh dengan Jakarta.

Bedanya, sopir airport taxi Bandara Kuala Lumpur teredukasi dengan baik soal pariwisata. Bahkan, hampir sebagian besar sopir melengkapi aksesori mobilnya dengan benda-benda bernada promosi, misalnya stiker dan pin bertuliskan "Visit Malaysia".

Mr Kesavan, sopir airport taxi Bandara Kuala Lumpur, ketika ditanya di mana bisa mendapatkan pin bertuliskan "Visit Malaysia" yang tertempel di dada kiri jasnya tidak segera menjawab. Ia serta-merta melepaskan pin itu dan menyerahkannya. "Take it, that is for you," katanya. Ketika ditanya mengapa, ia seketika menjawab, "Just because you want it," katanya.

Namun, saat ia diberi pin serupa bertuliskan "Visit Indonesia 2009", Kesavan tampak setengah hati dan mengangsurkan benda itu ke dalam laci dashboard taksinya. Fakta itu menunjukkan betapa Malaysia bahkan hingga ke dalam sanubari warganya telah menanamkan promosi pariwisata sebagai salah satu bentuk nasionalisme.

Berikutnya, Kesavan memaparkan keindahan negerinya yang tidak pernah tidur barang sekejap untuk menemani wisatawan yang mampir. Indonesia tampaknya memiliki pekerjaan rumah yang semakin berat menghadapi kenyataan ini.

Keamanan

Hal lain, satu yang paling serius adalah faktor keamanan. Di samping kerap terguncangnya stabilitas keamanan dalam negeri lantaran sering menjadi korban aksi teroris, Indonesia juga belum memiliki suasana aman yang mengakomodasi wisatawannya untuk melancong hingga larut malam.

Sebelum purnatugas, mantan Direktur Jenderal Pemasaran Depbudpar yang menduduki jabatan terakhir sebagai Staf Ahli Bidang Hubungan Antar-Lembaga Thamrin B Bachri mengatakan, ia ingin penerusnya melanjutkan pekerjaan rumah dalam hal penguatan destinasi, khususnya di bidang keamanan dan kenyamanan destinasi. "Sebagus apa pun destinasi yang dijual kalau tidak bersih, tidak nyaman,  dan tidak aman untuk apa. Tidak akan laku dijual," katanya.       

Indonesia juga memiliki pekerjaan rumah untuk membangun destinasi wisata yang hidup selama 24 jam dan tersebar merata dengan akses transportasi dan hospitality yang mendukung. Nyaris menjadi impian yang utopis, menurut sebagian besar orang, mengingat Indonesia belum menjadikan sektor pariwisata sebagai prioritas utama untuk dibangun.

Padahal, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik pada acara pembukaan Gebyar Wisata Nusantara (GWN) 2009 di Jakarta, belum lama ini mengatakan, sektor pariwisata telah menyumbang pendapatan nasional mencapai Rp 200 triliun sepanjang 2008. "Jadi hampir Rp 200 triliun uang beredar di sektor pariwisata dan langsung dapat dinikmati oleh masyarakat yang bergerak di dalamnya tanpa melalui tangan birokrasi lebih dulu," katanya.

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com