Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deplu AS: Malaysia Pendukung Perbudakan

Kompas.com - 18/06/2009, 08:28 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com — Malaysia masuk daftar negara yang secara tidak langsung mendukung perbudakan modern dan terancam tidak mendapat bantuan dari Negeri Paman Sam itu.

Di samping Malaysia, masih ada 16 negara yang masuk golongan ini, di antaranya Chad, Nigeria, Mauritania, dan Zimbabwe yang dianggap sebagai pelanggar terberat, yaitu tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan perdagangan manusia. Laporan Trafficking in Persons, ini diumumkan Rabu (17/6).

Dalam laporan itu disebutkan juga bahwa Kuba, Myanmar, dan Korea Utara sudah menempati urutan terbawah dalam daftar itu sejak sembilan tahun lalu.

Menurut Deplu AS, jutaan manusia hidup dalam belenggu dan krisis finansial global membuat kondisi itu semakin rentan terjadi perdagangan manusia dan komersialisasi seks. “Orang-orang yang terjebak dalam kesulitan ekonomi mudah tergiur iming-iming mendapat penghidupan lebih enak akhirnya mereka terjebak dalam perdagangan manusia,” kata juru bicara Deplu, Luis de Baca.

Menurut data International Labour Organisation (ILO), sekitar 12,3 juta orang dewasa dan anak-anak terjebak dalam perbudakan, dan 1,4 juta di antaranya menjadi korban perdagangan seks. “Mereka dipekerjakan di perkebunan dan pabrik oleh pengusaha brutal yang mengancam akan melakukan kekerasan bila mereka mencoba kabur. Ada juga yang bekerja di rumah tangga, tetapi sejatinya mereka budak,” kata Menlu Hillary Clinton.

Tuduhan AS terhadap Malaysia itu mendapatkan bukti ketika sejumlah perempuan Indonesia menjadi korban kekejaman para majikan di negara tetangga itu. Yang terakhir adalah Siti Hajar, warga Indonesia yang mengalami luka berat karena disiksa majikannya.

Atas tudingan itu, Menteri Dalam Negeri Malaysia Datuk Seri Hishammuddin Tun Hussein menyatakan pemerintahnya akan minta penjelasan dari AS. “Kami akan datang ke Kedubes AS, minta penjelasan mengapa negara kami masuk daftar itu lagi,” katanya.

Malaysia pernah masuk dalam daftar itu pada 2007, tetapi dicabut pada 2008. Hishammuddin mengatakan, negaranya telah berbuat apa saja untuk menghentikan perdagangan manusia. “Tetapi ada keterbatasan, yaitu wilayah perbatasan negara kami yang begitu luas dan panjang,” kata Hishammuddin. (mk/sas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com