Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Konflik karena Masalah Perbatasan

Kompas.com - 22/03/2009, 05:21 WIB

KOMPAS.com - Ketegangan pernah terjadi antara militer Thailand dan militer Kamboja terkait sengketa kompleks Candi Preah Vihear di perbatasan kedua negara. Indonesia dan Malaysia pun nyaris terlibat konflik terkait wilayah perairan sekitar Ambalat, Kalimantan Timur. Rakaryan Sukarjaputra

Perjanjian soal perbatasan RI-Singapura, Selasa (10/3) di Jakarta, juga merupakan peristiwa penting. Kesepakatan dicapai melalui perundingan selama sekitar lima tahun. Semua itu menunjukkan tingginya potensi konflik perbatasan di ASEAN walau bisa diselesaikan secara bilateral.

ASEAN bertekad mewujudkan diri menjadi satu komunitas pada tahun 2015. Namun, sengketa perbatasan kurang mendapat penekanan dan lebih diposisikan sebagai persoalan bilateral.

Faktanya, sengketa perbatasan melibatkan lebih dari dua negara, seperti Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang diklaim Vietnam, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Taiwan.

Dalam cetak biru pilar Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN (APSC) 2009-2015, penyelesaian sengketa perbatasan tidak disebut. Namun, ASEAN ”membentengi” diri agar sengketa perbatasan tidak berkembang menjadi konflik bersenjata dengan memperkuat kerja sama, tata perilaku, tanggung jawab. Rasa saling percaya di antara sesama ”saudara” di ASEAN juga diperkuat.

Soal pengaturan di Laut China Selatan, dalam cetak biru itu disinggung soal upaya mengenai memperkuat kerja sama dan penerapan penuh Deklarasi Perilaku Para Pihak (Declaration on the Conduct of Parties/DOC). Juga didorong agar tercapainya kesepakatan tentang Prosedur Tindakan (Code of Conduct/ COC).

Isu kedaulatan sensitif

Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada negara yang rela kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah perbatasan tidak didiamkan. Namun, dokumen-dokumen ASEAN hanya sedikit menyinggung solusi soal sengketa wilayah. Ini menegaskan jalan menuju komunitas ASEAN masih jauh.

Di sisi lain, sebuah komunitas membutuhkan ”pengorbanan” setiap anggota dengan ”membagi” sebagian wilayah untuk dilebur ke dalam suatu nilai-nilai bersama.

Namun, ada pertanda baik. ASEAN sudah mulai menyerap unsur-unsur kedaulatan itu menjadi suatu nilai bersama. Kemajuan lain, prinsip non- interferensi (tidak boleh campur tangan) mulai ditembus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com