Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Asal-usul Kebaya, Warisan Banyak Budaya di Asia Tenggara

Kompas.com - 13/03/2023, 19:12 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ada satu garmen di Asia Tenggara yang melambangkan fesyen, warisan, sekaligus kebanggaan nasional. Dan kini, kebaya dinominasikan untuk masuk dalam Daftar Warisan Takbenda Unesco tahun 2023.

Di bawah lampu sorot studionya, desainer kelahiran Indonesia, Stacy Stube merapikan renda coklat di atas mejanya. Dengan hati-hati, dia menyematkan pola itu ke kain, bertekad untuk tidak merobeknya. Lalu dengan menggunakan kapur, dia dengan teliti menggaris di sekeliling pola itu.

Pekerjaan itu cukup membebaninya, mengingat dia bukan hanya membuat sebuah gaun, namun membuat pakaian yang pernah menjadi simbol pemberontakan dan tetap diberkahi sejarah.

Baca juga: Cerita Diaspora Indonesia Keroyokan Kenalkan Kebaya di Eropa…

Kebaya adalah pakaian yang telah dibuat oleh para perempuan Indonesia, termasuk nenek buyut Stube yang juga penjahit. Kebaya juga ditemukan di negara-negara tetangga seperti Brunei, Malaysia, Singapura, dan di selatan Thailand.

Kebaya sangat dicintai oleh kelima negara ini, sehingga mereka bersama-sama menominasikan kebaya ke dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Unesco pada Maret 2023.

“Kebaya melampaui batas negara dan etnis,” kata Cedric Tan, mantan presiden Persatuan Peranakan Baba Nyonya Kuala Lumpur dan Selangor, sebuah perkumpulan untuk orang-orang peranakan yang terlibat dalam pencalonan tersebut.

Beragam versi kebaya dapat ditemukan di Asia Tenggara.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Beragam versi kebaya dapat ditemukan di Asia Tenggara.
Kebaya diyakini berasal dari Timur Tengah. Qaba, jaket yang konon berasal dari Turkiye, adalah “jubah kehormatan” dalam bahasa Persia.

Bangsawan Jawa serta perempuan kelas atas ditemukan mengenakan pakaian serupa dengan bagian depan terbuka ketika Portugis tiba di Jawa pada 1512, menurut profesor sejarah fesyen Amerika Serikat, Linda Welters dan Abby Lillethun dalam buku Fashion History: A Global View.

Kebaya akhirnya mengambil namanya dari kata Portugis “caba” atau “cabaya”, yang berarti “tunik”.

Jackie Yoong, kurator senior untuk fesyen dan tekstil di Museum Peradaban Asia dan Museum Peranakan di Singapura mengatakan bahwa ada alasan lain mengapa kebaya jelas berakar di Timur Tengah.

“Saat Anda mengangkat lengan kebaya, di bawah lengan ada tambalan segitiga seperti jubah dari Timur Tengah, sedangkan jaket lain seperti gaya Ming (dari Tiongkok) berpotongan datar.”

Kebaya menjadi istilah yang digunakan untuk jubah atau blus laki-laki dan perempuan, tetapi sejak abad ke-19 dan seterusnya, kebaya di Asia Tenggara merepresentasikan paduan blus wanita dengan sarung batik.

Gaya ini menjadi populer di kalangan perempuan Belanda pada era Hindia-Belanda, dan juga diadopsi oleh para perempuan di Asia Tenggara yang menganut Islam dan ingin berpakaian lebih sopan.

Sejak abad ke-19 dan seterusnya, kebaya di Asia Tenggara merepresentasikan paduan blus wanita dengan sarung batik.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Sejak abad ke-19 dan seterusnya, kebaya di Asia Tenggara merepresentasikan paduan blus wanita dengan sarung batik.
Selain cantik dan praktis, kebaya juga cocok untuk iklim tropis. Setelah bertahun-tahun, bentuknya pun semakin beragam.

Model kebaya awal mulanya panjang, dengan blus bagian depan terbuka selutut yang dikaitkan dengan bros dan berlengan panjang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com