PARAMARIBO, KOMPAS.com - Sejarah kenapa banyak orang Jawa di Suriname bermula pada periode 1890-1939, ketika sekitar 33.000 orang Jawa bermigrasi ke Suriname.
Migrasi orang Jawa ke Suriname saat itu terjadi setelah penghapusan perbudakan di negara Amerika Selatan tersebut.
"Belanda membawa orang-orang Jawa ke Suriname sebagai buruh kontrak. Kebanyakan berasal dari Jawa Tengah dan daerah-daerah dekat Batavia (Jakarta), Surabaya, dan Semarang," terang Sharon Pawiroredjo, salah satu anggota dewan VHIJ.
Baca juga: Kenapa Amerika Disebut Negeri Paman Sam dan Siapa Uncle Sam?
Vereniging Herdenking Javaanse Immigratie (VHIJ) adalah organisasi budaya Jawa terbesar di Suriname yang didirikan pada 1985, dan semua anggotanya keturunan imigran dari Jawa.
"Hanya 20 sampai 25 persen migran Jawa yang kembali ke kampung halamannya sebelum Perang Dunia II. Sebagian besar imigran menetap secara permanen di Suriname. Kami adalah keturunan para imigran ini," lanjutnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/7/2022).
Sharon juga mengungkapkan, orang Jawa di Suriname yang memiliki kerabat atau keluarga di Indonesia tetap menjalin hubungan dengan telepon ataupun media modern, seperti WhatsApp dan Facebook.
Kedutaan Besar Indonesia di Suriname juga rutin mengadakan perjalanan keluarga (family trip) dari Suriname ke Indonesia agar bisa bertatap muka langsung.
Bahasa Jawa di Suriname juga sangat terjaga kelestariannya karena warga setempat biasa berbahasa Jawa atau Jawa-Suriname.
Sharon memaparkan, perbedaannya adalah di kosakata dan tata bahasa. Bahasa Jawa Suriname terbentuk dari Sranantongo (bahasa pergaulan) yang bercampur dengan bahasa Belanda dan Spanyol saat zaman kolonialisme, sehingga berbeda dengan bahasa Jawa di Indonesia.
"Di Suriname kira-kira ada 80.000 orang keturunan Jawa. Orang Jawa di Suriname masih menerapkan budaya Jawa, tradisi, dan mengucapkan bahasanya," kata Sharon melanjutkan sejarah kenapa banyak orang Jawa di Suriname.
Baca juga:
Putri Jawa Suriname sejatinya sudah digelar sejak 2002, tetapi vakum 20 tahun dan baru tahun ini digelar lagi sebagai edisi kedua.
"Setelah 20 tahun, organisasi kami merasa perlu untuk mengadakan kontes kecantikan spesial ini lagi. Setelah tantangan baru-baru ini dengan pandemi, akibatnya semua kegiatan (budaya) terhenti dan tidak banyak acara (budaya) untuk kalangan muda," tutur Sharon kepada Kompas.com, Senin (11/7/2022).
"Dengan ajang ini kami menawarkan orang-orang muda wadah untuk menampilkan diri secara positif," imbuh dia.