KOMPAS.com – Selama lebih dari setengah abad, eksplorasi minyak bumi di Kutub Utara mendapatkan hasil dengan ditemukannya beberapa cekungan geologi utama.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Survei Geologi AS (USGS) pada 2008, lebih dari 20 persen sumber daya minyak dan gas (migas) diperkirakan berada di dalam Lingkaran Arktik.
Melansir Oil and Gas Engineering, proyeksi menunjukkan bahwa wilayah darat dan laut yang termasuk dalam Lingkaran Arktik terdapat sekitar 90 miliar barel minyak.
Baca juga: Inspirasi Energi: Apa Itu Transisi Energi?
Penemuan minyak paling awal di Arktik dilakukan oleh Uni Soviet pada 1962.
Mereka menemukan Ladang Tazovskoye yang terletak kira-kira 500 kilometer sebelah timur laut Salehard.
Akibat ketegangan geopolitik yang disebabkan oleh Perang Dingin, AS tak mau kalah mengeksplorasi wilayah tersebut.
Pada tahun 1969, upaya “Negeri Paman Sam” berhasil membuat temuan minyak Arktik pertama mereka di Teluk Prudhoe, Alaska.
Baca juga: Inspirasi Energi: Percepatan Transisi Energi Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Global
Saat ini, wilayah Arktik menarik minat banyak negara, terutama negara-negara di wilayah utara, untuk mengeksplorasi sumber daya alam di sini.
Bahkan, baru-baru ini, beberapa negara mencoba untuk mempertaruhkan klaim mereka atas apa yang mereka “ketahui” mengenai apa yang ada di dalam tanah.
Selain AS dan Rusia, Denmark, Norwegia, dan Kanada juga menunjukkan antusiasme yang besar terhadap kawasan ini.
Baca juga: Inspirasi Energi: Pengembangan Energi Surya Global Terancam Melambat karena Harga Komponen Meroket
China juga tak mau kalah dan membuat beberapa temuan di Arktik. Pada 2019, sebuah rig pengeboran China menemukan hampir 400 miliar meter kubik gas di daerah Arktik Rusia.
Salah satu kesulitan yang dihadapi oleh upaya eksplorasi minyak bumi di Kutub Utara tidak diragukan lagi adalah kondisi yang ekstrem.
Jika melakukan pengeboran, operator akan menghadapi kondisi ekstrem dan keras yang berbeda dengan wilayah mana pun di dunia.
Baca juga: Inspirasi Energi: Peluang dan Tantangan Menuju Nol Emisi Karbon