Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Cerita Dunia] Freddie dan Truus, Pasukan Remaja Pembunuh Nazi Era Perang Dunia II

Kompas.com - 03/05/2021, 10:25 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber History

KOMPAS.com - Selama Perang Dunia II, sejumlah pasukan remaja wanita turut bergabung dalam perang "di bawah tanah". 

Dalam catatan sejarah, Freddie Oversteegen (14 tahun) adalah pasukan perlawanan Belanda dalam melawan Nazi Jerman dan kelompok musuh lainnya.

Ia bergabung bersama dengan saudara perempuannya, Truus Oversteegen, dan seorang wanita muda lain bernama Hannie Schaft, sebagai trio yang bertugas menyabotase dan membunuh.

Baca juga: [Cerita Dunia] Satu Orang Selamat dari Tenggelamnya Kapal Selam Inggris pada Perang Dunia II

Ajaran ibu

Truus adalah 2 tahun lebih tua dari Freddie. Mereka tumbuh besar di kota Haarlem, Belanda, dengan seorang single mother dari kelas pekerja.

Ibu mereka adalah seorang komunis dan mengajari mereka tentang pentingnya memerangi ketidakadilan, sebagaimana catatan cerita dunia yang dilansir dari History.

Pada 1939, saat Eropa berada di ambang perang, Freddie membawa pengungsi Yahudi ke rumah mereka. Kakak beradik itu meneladani ajaran ibu mereka.

"Jika kamu membantu orang lain, seperti pengungsi, kamu harus berkorban untuk diri kamu sendiri," kata Jeroen Pliester, kepala National Hannie Schaft Foundation.

"Saya pikir itu adalah salah satu pendorong utama mereka, prinsip moral yang tinggi dan kesiapan ibu mereka untuk bertindak pada saat yang benar-benar penting," lanjutnya.

Pada Mei 1940, Nazi mulai menginvasi Belanda hingga akhir Perang Dunia II.

Kelurga itu kemudian mendistribusikan surat kabar dan pamflet anti-Nazi untuk perlawanan.

“Kami juga menempelkan peringatan di poster Jerman di jalan yang memanggil pria untuk bekerja di Jerman,” ujar Freddie dalam wawancara dengan antropolog Ellis Jonker, yang dimuat di buku "Under Fire: Women and World War II".

Freddie mengenang momen itu, "(setelah menyebar pamflet) Dan kemudian kita akan segera pergi, dengan sepeda kita."

Aksi kakak beradik ini tidak hanya subversif, tetapi juga berbahaya. Jika Nazi atau polisi Belanda menangkap mereka, maka mereka bisa dibunuh.

Namun, para petugas Nazi atau polisi Belanda tidak pernah mencurigai mereka sebagai tokoh dari gerakan perlawanan, karena usia mereka saat itu yang masih muda. Apalagi dengan penampilan rambut berkepang mereka.

Baca juga: [Cerita Dunia] 8888, Demo Skala Besar di Myanmar Menentang Kekuasaan Miluter

Seorang komandan Kelompok Perlawanan Haarlem mengamati kerja mereka, sehingga pada 1941, ia mengunjungi rumah Oversteegen bersaudara.

Halaman:
Sumber History
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com