Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perang: Krisis Suez dan Balasan atas Kemaruknya Inggris

Kompas.com - 30/03/2021, 17:13 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

SUEZ, KOMPAS.com - Kisah perang dalam Krisis Suez kerap disebut sebagai pertempuran terakhir Inggris yang kemaruk memperluas wilayah kerajaannya.

Pada 1956 dunia memang masih diliputi ketergantungan pada Inggris, mulai dari Karibia di barat, hingga Singapura, Malaya, dan Hong Kong di timur.

Sebagian besar peta Afrika juga masih berwarna merah kerajaan Inggris.

Namun yang terjadi sebenarnya, kekuasaan besar kerajaan Inggris mulai tenggelam.

Baca juga: Kisah Perang: Misteri Pasukan yang Bersantai di Medan Tempur, Tiba-tiba Orangnya Tambah Saat Pulang

Soviet Rusia dan Amerika Serikat (AS) memimpin peran dunia bebas, dan gerakan nasionalis tumbuh cepat di sebagian besar wilayah dalam pengaruh Inggris.

Termasuk di Terusan Suez, yang kala itu dioperasikan bersama oleh Inggris dan Perancis, tetapi Mesir hendak menasionalisasinya.

Bibit Krisis Suez

Melansir The Guardian pada 14 Maret 2001, awal mula Krisis Suez berawal dari ambisi kolonel muda Mesir, Gamal Abdel Nasser.

Dia adalah aktor sebenarnya di balik penggulingan Raja Farouk yang diasingkan pada pertengahan 1952.

Terusan Suezwww.wikimedia.org Terusan Suez
Setahun kemudian sekelompok perwira militer mengambil alih pemerintahan, dikepalai oleh kepala junta militer Jenderal Mohammed Neguib.

Banyak orang Mesir sangat benci dengan tentara Inggris yang berjaga di Terusan Suez. Keberadaan mereka adalah simbol dominasi kerajaan Inggris sejak 1880-an.

Kemudian pada 1954 setelah menahbiskan dirinya sebagai presiden Mesir, Nasser menegosiasikan perjanjian baru agar Inggris angkat kaki dalam waktu 20 bulan.

Baca juga: Kisah Perang: Ketika Sekutu AS-Kanada Serang Pulau Kosong dan Saling Bunuh, 300 Tentara Tewas


Pada saat bersamaan jelang Krisis Suez, Perang Dingin sedang mencapai puncaknya.

Komunisme mengakar di seluruh Eropa Timur, Perancis sedang terpojok di Indo-China dan terlibat perang besar di Aljazair.

Sementara itu Israel yang negaranya baru berdiri pada 1948, melawan kekuatan gabungan enam negara Arab. Inggris pun sedang mati-matian menahan pemberontak di Siprus, Kenya, dan Malaya.

Situasi diperparah dengan karakter Anthony Eden, Menlu Inggris yang naik jadi perdana menteri untuk menggantikan Winston Churchill yang mundur pada 1955.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com