Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Metode Pengerahan Buzzer di Indonesia Menurut Global Disinformation Order dari Peneliti Oxford

Kompas.com - 05/10/2019, 11:42 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

OXFORD, KOMPAS.com - Buzzer menjadi perbincangan semenjak masa Pilpres April 2019, hingga sejumlah isu terbaru seperti di Papua hingga penolakan RKUHP.

Pengamat media sosial Enda Nasution dikutip KompasTren menuturkan, buzzer (pendengung) adalah sekelompok orang yang tidak jelas identitasnya.

"Biasanya memiliki motif ideologis atau ekonomi di belakangnya, dan kemudian menyebarkan informasi," ujar Enda.

Baca juga: Mengenal Buzzer, Influencer, Dampak dan Fenomenanya di Indonesia

Dia menjelaskan, mereka tidak mempunyai reputasi untuk dipertaruhkan, dan tinggal melakukan langkah seperti menutup akun jika dianggap melanggar hukum.

Sementara menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, selama ini buzzer dianggap melemparkan kata yang tidak enak didengar maupun ketika disimpan dalam hati.

Berdasarkan laporan The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation milik peneliti Universitas Oxford, terdapat beberapa metode pengerahan buzzer.

Penelitian itu menggunakan metode antara lain analisis sistematis mengenai pemberitaan media soal pasukan siber (buzzer), hingga konsultasi pakar.

Menurut Global Disinformation Oder, begini metode yang digunakan buzzer untuk memberikan informasi yang bersifat memengaruhi publik.

Baca juga: Moeldoko Ingatkan Para Buzzer, Jokowi Tak Butuh Dukungan yang Destruktif

1. Bentuk Organisasi

Para buzzer, atau yang dikenal dalam laporan peneliti Universitas Oxford sebagai pasukan siber, berbentuk dalam berbagai organisasi.

Jika merunut tabel yang disajikan dalam laporan Global Disinformation Order, buzzer di Indonesia dikaitkan dengan politisi maupun partai politik, serta swasta.

Sementara di berbagai negara, pasukan siber mereka juga dikendalikan oleh badan pemerintah, organisasi sipil, hingga influencer.

2. Strategi dan Tipe Akun Palsu

Berkembangnya algoritma, otomasi, dan data besar mengubah skala, jangkauan, hingga presisi tentang para buzzer dalam menyampaikan informasi.

Berdasarkan infografik dari laporan Oxford, sebanyak 87 persen negara menggunakan akun yang dikelola manusia, dan 80 persen memakai bot.

Di Indonesia, para buzzer menggunakan dua tipe akun palsu. Antara lain dikelola oleh manusia serta bot.

Baca juga: Moeldoko: Buzzer Jokowi Tak Dikomando

Kemudian dalam bentuk penyebaran informasi, para pendengung terbagi mereka yang mendukung, menyerang oposisi, serta menyajikan informasi yang bersifat membuat perbedaan pendapat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com