Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/10/2019, 15:10 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber Kyodo News

HONG KONG, KOMPAS.com - Seorang demonstran yang ditembak polisi dalam bentrokan saat aksi unjuk rasa pada Selasa (1/10/2019) lalu, menghadapi tuntutan karena menyerang polisi dan melakukan kerusuhan.

Tsang Chi-kin (18), pelajar yang mengalami luka di bagian dada akibat tembakan polisi, menjadi korban tembakan pertama sejak dimulainya aksi unjuk rasa di Hong Kong pada Juni lalu.

Kondisinya dilaporkan stabil berangsur membaik usai menjalani operasi untuk mengeluarkan proyektil peluru.

Namun kini Tsang justru harus menghadapi tuntutan hukum setelah dianggap menyerang polisi dan melakukan kerusuhan, menurut pernyataan kepolisian Hong Kong, Kamis (3/10/2019).

Baca juga: Pemerintah Hong Kong Berniat Larang Masker Wajah, Ribuan Demonstran Turun ke Jalan

Tak hanya Tsang, enam demonstran lainnya juga menghadapi tuntutan pengadilan atas tuduhan melakukan kerusuhan dan kejahatan lain yang berhubungan dengan aksi protes yang bertepatan dengan peringatan Hari Nasional China.

Tsang, yang menghadapi dua tuduhan penyerangan terhadap polisi, serta dua orang lainnya tidak muncul di pengadilan karena masih dirawat di rumah sakit.

Insiden penembakan pertama yang menimbulkan korban luka dari seorang demonstran itu mendorong aksi massa yang lebih besar di berbagai distrik setelah temuan kepolisian memutuskan bahwa tindakan petugasnya sah dan masuk akal.

Jutaan orang telah turun ke jalan sejak Juni dalam aksi memprotes RUU Ekstradisi yang kini ditangguhkan.

Baca juga: Polisi Hong Kong Tembak Seorang Demonstran, Media China: Tindakan Sah dan Pantas

Pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam, bulan lalu juga telah mengumumkan rencana untuk menarik RUU yang kontroversial itu dan menggelar dialog komunitas.

Namun langkah-langkah tersebut tampaknya juga gagal untuk memadamkan gelombang protes, dengan demonstran yang menuntut pemerintah memenuhi lima tuntutan mereka.

Tuntutan itu yakni untuk dilakukannya penyelidikan independen atas tindakan keras polisi terhadap pengunjuk rasa, pengampunan untuk semua yang ditangkap, dan reformasi demokratis.

Sementara itu, pemerintah Hong Kong juga disebut tengah mempertimbangkan untuk memberlakukan undang-undang baru yang melarang penggunaan topeng dalam aksi demonstrasi, yang serupa dengan yang ada di beberapa negara demokrasi asing.

Baca juga: Marah Remaja 18 Tahun Tertembak, Demonstran Hong Kong Bentrok dengan Polisi

Akan tetapi kubu oposisi mengatakan bahwa undang-undang laarngan baru tersebut hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah.

"Kerinduan akan kebebasan, kemerdekaan, dan demokrasi tidak akan hilang hanya karena Anda memberlakukan undang-undang yang lebih kejam untuk menekan hak asasi manusia rakyat Hong Kong," kata anggota parlemen dari Partai Sipil, Dennis Kwok.

"(Itu akan) awal dari tergelincirnya negara otoriter," tambahnya.

Dia mengatakan, undang-undang semacam itu akan tunduk pada tinjauan yudisial dan tidak boleh melanggar Undang-Undang Dasar, konstitusi yang berlaku sejak bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke pemerintahan China pada tahun 1997, dan Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber Kyodo News
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com