Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/09/2019, 19:50 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

NEW YORK, KOMPAS.com - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan, mereka harus datang dan meminta ke China jika ingin membangun infrastruktur.

Pernyataan itu dia sampaikan ketika hadir dalam Foreign Relations di sela Sidang Umum PBB yang dilangsungkan di New York, AS.

Awalnya, Mahathir dengan bercanda menyatakan dia adalah "diktator" yang mengundurkan diri. Merujuk kepada masa kekuasaannya pada 1981-2003.

Baca juga: Mahathir Mohamad Berkuasa Paling Lama 3 Tahun Lagi

Dilansir Nikkei Asian Review Jumat (27/9/2019), perbincangan kemudian beralih ke pembahasan antara Malaysia dengan China.

Sebelum berkuasa kembali pada Mei 2018, dia mengkritik pendahulunya, Najib Razak, karena dianggap terlalu condong ke Beijing saat membangun infrastruktur.

Namun setelah kembali ke tampuk kekuasaan, ada anggapan bahwa PM berjuluk Dr M itu terlibat hubungan yang hangat dengan China.

"Kami terpaksa. Karena kami tak bisa melakukannya, maka kami harus memikirkan sesuatu," ujar perdana menteri berusia 94 tahun itu.

Mahathir mengatakan, misinya ketika kembali ke tampuk orang nomor satu Negeri "Jiran" adalah menyelamatkan kondisi keuangan mereka.

Dia menuturkan Malaysia tak punya dana untuk membangun rel kereta. "Jadi suka tak suka, kami harus ke China dan mengajukan permohonan," ujarnya.

"Kami menekankan bahwa kami siap menjadi mitra. Pada akhirnya, saya pikir mereka akan memikirkan mengurangi biayanya," lanjutnya.

Pada Juni 2018, dia mengumumkan penangguhan proyek Jalur Kereta Pesisir Timur (ECRL) sepanjang 688 km, dan dua proyek pipa gas yang didanai China.

Dia mengatakan kesepakatan itu tak menguntungkan Malaysia. Namun sejak saat itu, dia memuji ECRL dan membangun kembali negosiasi.

Hasilnya adalah harganya menyusut menjadi 5 miliar dollar AS, sekitar Rp 70,8 triliun, dari rencana semula 16,4 miliar dollar AS, sekitar Rp 232,2 triliun.

Perjanjian baru itu terjadi setelah panjang jalur keretanya juga berkurang menjadi 640 km dengan menghindari pembangunan terowongan.

Baca juga: Mahathir kepada Jokowi: Saya Ingin Bertanya Mengapa Anda Tak Mau Terima Bantuan Kami?

Ambisi China melalui Program Sabuk dan Jalan menuai kritikan dari negara Barat. Tapi dalam pandangan Mahathir, negara Asia Tenggara harus bekerja sama dengan Beijing.

PM dari koalisi Pakatan Harapan itu menjelaskan, mereka harus sadar bahwa mereka harus bekerja sama karena bakal memberi keuntungan.

"Kami tentu tak cukup kuat untuk memberi tahu mereka untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum internasional," paparnya.

Meski Beijing mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, Mahathir berpandangan Negeri "Panda" tak melakukannya secara agresif di masa kini.

Sebab, lanjut Mahathir, China masih membutuhkan dukungan dari negara Asia Tenggara.

Baca juga: Mahathir Bawa Isu Rohingya ke Sidang Umum PBB, Desak Masyarakat Internasional Bertindak

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com