Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Kebijakan Satu Anak China (2): Para Pria "Mengimpor" Istri dari Negara Lain

Kompas.com - 24/08/2019, 22:21 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

LASHIO, KOMPAS.com - Nyo, seorang gadis asal desa pegunungan di lembah Shan, Myanmar, memperlihatkan seorang bayi yang baru berusia sekitar sembilan hari.

"Seperti ayahnya. Terlihat di bibirnya. Orang China," kata Nyo mengisahkan kembali memori kelam yang menggelayutinya tatkala dia masih berumur 16 tahun.

Nyo merupakan salah satu korban perdagangan pengantin perempuan sebagai dampak dari sebuah kebijakan berusia 40 tahun di China: kebijakan satu anak.

Baca juga: Dampak Kebijakan Satu Anak China: Para Pria Kesulitan Cari Istri

Dilansir New York Times pekan lalu, aturan itu sempat menuai pujian dari para petinggi Beijing karena dianggap sukses dalam mencegah ledakan populasi.

Namun selama 30 tahun setelahnya, negara itu harus menuai dampak berupa keputusan keluarga untuk melakukan aborsi atau mengedepankan kelahiran bayi laki-laki.

Para bocah yang telah tumbuh dewasa itu kini disebut sebagai cabang telanjang. Sebabnya, kesulitan mencari istri bakal berdampak kepada hancurnya silsilah keluarga mereka.

Ketimpangan gender begitu kentara pada 2004, di mana ada 121 bayi laki-laki di China berbanding 100 bayi perempuan, menurut dinas kependudukan setempat.

Setelah menamatkan sekolah tahun lalu, Nyo dan teman sekelasnya, Phyu, memutuskan untuk melamar pekerjaan demi mendapat penghasilan yang bagus.

Seorang tetangga bernama Daw San Kyi kemudian menawari mereka pekerjaan sebagai pramusaji di perbatasan China, melalui koneksi dengan warga desa lain, Daw Hnin Wai.

"Kami percaya kepada mereka," kata Phyu. Suatu pagi di Juli 2018, sebuah van datang ke Myongai untuk menjemput keduanya. Perjalanan darat melintasi gunung sempat membuat Phyu mabuk.

San Kyi kemudian memberikan empat pil untuk mengatasi rasa mual. Satu berwarna pink dan tiga lainnya putih. Tapi, setelah meminumnya Phyu menjadi semakin pusing.

Apalagi seseorang juga menyuntikan sesuatu di lengannya. Sebuah foto yang diambil memperlihatkan pipinya tampak menggelembung dan matanya lebam.

"Mereka memberikannya sesuatu untuk membuatnya lupa dan meningkatkan gairah seksual. Mereka menyiksa. Dia tidak tahu sudah dihancurkan," kata sang ibu, Daw Aye Oo.

Nyo memutuskan menolak pil itu sehingga ingatannya lebih jernih. Mereka sampai di sebuah rumah peristirahatan di mana ada kisah hujan lebat membuat restoran tempat mereka seharusnya bekerja tutup.

Baca juga: Meski Kebijakan Satu Anak Dihapus, Kelahiran di China pada 2018 Terendah

Setelah 10 hari, keduanya menyadari mereka tidak akan bekerja sebagai pramusaji. Jadi, mereka mencoba untuk kabur dua kali. Namun selalu tertangkap dan dikurung dalam kamar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com