Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty: Perang Narkoba Duterte adalah "Usaha Pembunuhan Besar-besaran"

Kompas.com - 08/07/2019, 16:11 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

MANILA, KOMPAS.com - Laporan yang dirilis oleh Amnesty International menyebut perang narkoba Presiden Filipina Rodrigo Duterte seharusnya mendapat perhatian PBB.

Sudah tiga tahun sejak Duterte berkuasa pada 2016 dan berjanji memberantas narkoba. Dia memberi wewenang polisi untuk membunuh terduga pengedar atau pecandu.

Laporan baru Amnesty memerinci bagaimana pembunuhan sistematis terhadap kaum miskin kota terus berlanjut hingga menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca juga: Duterte Ancam Bakal Penjarakan Pihak yang Coba Memakzulkan Dirinya

Dilansir The Guardian Senin (8/7/2019), laporan itu menyebut adanya insiden di mana polisi bakal menembak terduga pelaku yang tidak bersenjata.

Terdapat juga skenario di mana mereka diculik dan dibawa ke suatu tempat sebelum ditembak mati. Aparat kemudian merusak TKP atau merekayasa barang bukti.

Berdasarkan laporan Amnesty, pemerintah lokal ditekan oleh polisi untuk menyerahkan sejumlah nama untuk dimasukkan "daftar pengawasan narkoba". tanpa dilakukan pemeriksaan bukti.

Terdapat kisah Jovan Magtanong, seorang ayah tiga anak berusia 30 tahun, yang ditembak mati oleh polisi ketika dia sedang tidur di samping anak-anaknya.

Aparat kemudian mengklaim Magtanong ditembak karena membawa narkoba dan senjata, yang dibantah oleh saksi. "Mereka membunuhnya seperti binatang," ujar seorang kerabat.

Laporan Amnesty juga menyatakan Provinsi Bulacan di area Luzon, disebut menggantikan ibu kota Manila sebagai "tempat pembantaian paling berdarah" selama perang melawan narkoba.

Pergeseran itu didasarkan pada analisis terbaru yang mengungkapkan proporsi tertinggi dari kematian akibat kampanye emelawan narkoba tahun ini, 25 persen dari 490 korban tewas, terjadi di Luzon.

Amnesty kemudian mendesak Dewan HAM PBB untuk membuka penyelidikan independen guna "mengakhiri kejahatan ini" dan memberi keadilan bagi keluarga korban.

Pernyataan itu keluar setelah muncul rancangan resolusi yang dibuat lebih dari puluhan negara pada pekan lalu, berisi permintaan agar PBB bersedia mengusut.

Nicholas Bequelin, Direktur Amnesty Regional Asia Timur dan Tenggara menyebut perang anti-narkoba selama tiga tahun tak lebih dari "usaha pembunuhan besar-besaran".

Dia menyoroti kabar tak lebih dari sebuah rumor yang dikaitkan tentang narkoba kepada kalangan miskin sehingga bisa ditembak dan dibunuh tanpa takut terjerat hukum.

"Ketakutan ini telah menjalar ke masyarakat. Sudah saatnya bagi PBB, terutama Dewan HAM, untuk bertindak bijak dengan mengusut Presiden Duterte dan pemerintahannya," ujar Bequelin.

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) sudah menggelar investigasi apakah kematian dalam perang narkoba Duterte adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pengumuman itu membuat Duterte marah dan mengumumkan menarik Filipina keluar dari Statuta Roma yang memberi yurisdiksi ICC. Meski begitu, investigasi tetap berlangsung.

Baca juga: Duterte: Saya Menyesal Jadi Presiden Filipina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com