Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Diterima karena Gender, Perempuan Jepang Gugat Sekolah Kedokteran

Kompas.com - 05/06/2019, 15:59 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber AFP

TOKYO, KOMPAS.com - Seorang perempuan Jepang pada Rabu (5/6/2019) menggugat tiga sekolah kedokteran di Tokyo atas aksi diskrimnasi.

Dia menyatakan, sekolah tersebut telah menolaknya karena jenis kelamin dan usianya.

Gugatan ini diajukan setelah pada tahun lalu muncul skandal pengubahan nilai tes penerimaan mahasiswa oleh universitas medis, termasuk menargetkan perempuan.

Diwartakan kantor berita AFP, universitas berupaya agar jumlah perempuan yang masuk tetap rendah.

Baca juga: Jepang Hentikan Pencarian Bangkai F-35 yang Jatuh di Samudra Pasifik

Dalam kasus lain, sekolah kesehatan mendiskriminasi orang-orang yang sebelumnya tidak lolos atau bukan lulusan baru.

Perempuan yang mengajukan gugatan adalah seorang pekerja medis yang memutuskan untuk mendaftar sekolah kedokteran di usia 20-an tahun.

Dia gagal masuk ke tiga universitas di Tokyo, yaitu Tokyo Medical, Showa, dan Juntendo.

Setelah skandal penerimaan mahasiwa muncul dan mendorong penyelidikan pemerintah, ketiga sekolah itu mengakui memang secara tidak adil mengubah nilai tes penerimaan perempuan tersebut karena jenis kelamin dan usianya.

Berbicara secara anonim kepada media, perempuan itu mengatakan pihak tiga sekolah kedokteran menyebut nilainya memenuhi syarat untuk masuk.

"Saya merasa sangat putus asa dan marah," ucapnya.

"Alasan saya gagal karena saya seorang perempuan, tidak berusia 18 atau 19 tahun, dan tidak ada kerabat saya yang menjadi dokter di sekolah itu," katanya.

Dia sekarang mencari ganti rugi 36 juta yen atau sekitar Rp 4,7 miliar dari tiga sekolah dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Distrik Tokyo.

Perempuan tersebut kini telah menjadi mahasiswi kedokteran tahun ini di universitas yang berbeda. Namun, dia masih berharap gugatannya akan mendorong penerimaan perguruan tinggi yang lebih adil.

"Dia hanya fenomena puncak gunung es," kata pengacara perempuan itu, Hiroyuki Kawai.

Baca juga: Perempuan Jepang Tolak Aturan Bersepatu Hak Tinggi di Tempat Kerja

"Dia mewakili banyak korban tak diketahui lainnya," ujarnya.

Universitas Juntendo tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar mengenai gugatan itu.

Sementara Showa dan Tokyo Medical menyatakan tidak bisa berkomentar sampai melihat dokumen resmi gugatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com