Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Kerusuhan Rasial 13 Mei 1969 di Malaysia

Kompas.com - 13/05/2019, 18:41 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Permasalahan aneka ragam suku bangsa tidak hanya dialami Indonesia sebagai sebuah bangsa. Negara tetangga, Malaysia, juga mengalami hal yang sama, bahkan hingga terjadi kerusuhan bernuansa rasialisme.

Kerusuhan ini terjadi di Malaysia pada 50 tahun yang lalu, tepatnya pada 13 Mei 1969. Kelompok yang berasal dari ras Melayu bersitegang dengan kelompok Tionghoa di Kuala Lumpur, Malaysia.

Dilansir dari The Star, keduanya saling serang dengan menggunakan senjata tajam, parang, dan bahkan pistol. Korban berjatuhan dan mengakibatkan banyaknya kerusakan di kota tersebut.

Peristiwa ini menjadi sorotan internasional, yang menjadikan kelompok Tionghoa di Singapura melakukan balasan terhadap kelompok Melayu di sana. Setelah peristiwa ini, pemilu diadakan kembali dan mengurangi jumlah kursi dari Tionghoa.

Peristiwa in juga penting dalam politik Malaysia karena menyebabkan Perdana Menteri pertama Malaysia, Tunku Abdul Rahman mengundurkan diri dari jabatannya untuk digantikan oleh Tun Abdul Razak.

Baca juga: PM Selandia Baru Ajak Dunia Perangi Rasialisme

Awal permasalahan

Kampung baru di Kuala Lumpur lokasi terjadinya kerusuhanthestar Kampung baru di Kuala Lumpur lokasi terjadinya kerusuhan
Keturunan Tionghoa yang notabene pengusaha menguasai sebagian besar roda perekonomian di Malaysia. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan sosial, karena kelompok bangsa Melayu tak bisa menguasai dan mengendalikan sektor itu secara penuh.

Pada 1965, Singapura memisahkan diri dari Malaysia setelah terjadi kerusuhan rasial di mana hampir 50 orang tewas dalam bentrokan kali ini. Ternyata secara tak langsung, permasalahan ini berdampak di Malaysia sendiri.

Pada 1969, negara itu mengadakan pemilihan umum. Salah satu partai koalisi pemerintah, United Malays National Organization (UMNO) mengalami kekalahan sepanjang perjalanan pemilu yang diikutinya.

Sementara itu, partai oposisi keturunan Tionghoa, Democratic Action Party mendapatkan suara yang dominan. Untuk merayakan kemenangan ini, mereka menginginkan sebuah perayaan yang nantinya dikenang dalam sejarah.

Partai itu menginginkan pawai melewati kota di Kuala Lumpur dan mencoba izin kepada polisi setempat dan diperbolehkan.

Rencana akhirnya terealisasi pada 10 Mei 1969 ketika ribuan orang keturunan China berbaris di sejumlah jalan di Kuala Lumpur. Mereka berparade di wilayah-wilayah yang didominasi oleh orang Melayu.

Parade ini dianggap oleh orang Melayu sebagai pelecehan, karena banyak orang Tionghoa banyak membawa sapu dalam perjalanan. Ini dianggap akan menyapu dominasi orang Melayu di Malaysia.

Merasa harga dirinya diinjak-injak, anggota dari Pemuda UMNO ingin melakukan parade tandingan. Mereka akhirnya berkumpul di rumah Menteri Besar Selangor di Jalan Raja Muda Abdul Aziz di Kampung Baru, Kuala Lumpur.

Baca juga: Mahathir Desak Warga Melayu Kerja Keras dan Berkompetisi

Dato' Harun Idris selaku Menteri Besar Selangor mencoba menenangkan keadaan, namun amarah dari pemuda sudah meledak-ledak. Akhirnya pada 13 Mei 1969, rombongan ini berparade mengadakan balasan yang akhirnya memicu kerusuhan.

Hingga kemudian terjadi pembunuhan kepada orang Tionghoa yang mereka lewati. Selain itu, mereka juga membakar dan menjarah setiap toko milik orang Tionghoa.

Keadaan dianggap "chaos" dan pemerintah mulai mengeluarkan perintah darurat. Pihak militer mulai dikerahkan untuk menanggulangui kericuhan. Namun, ada anggapan bahwa Komandan Militer diketuai oleh seorang keturunan Tionghoa.

Orang Melayu mulai melakukan serangan balik baik terhadap militer. Hingga kemudian, pada akhirnya pemerintah mulai mengganti militer dengan resimen yang baru untuk segera berjaga dan segera mengamankan kondisi.

Pemerintah segera memberlakukan Undang-undang Darurat. Parlemen kemudian dibekukan. Dilansir dari Strait Times, tragedi itu berlanjut selama beberapa hari berikutnya. Rumah, toko, kendaraan dibakar, orang terbunuh dan terluka.

Angka resmi menyebutkan jumlah korban jiwa kurang dari 200 orang, namun kenyataan di lapngan tercatat hingga 700 orang meninggal. Sebanyak 6.000 orang kehilangan tempat tinggal dan setidaknya 211 kendaraan dan 753 bangunan rusak atau hancur terbakar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com