Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korsel Putuskan Larangan Aborsi Bertentangan dengan Konstitusi

Kompas.com - 11/04/2019, 16:02 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

SEOUL, KOMPAS.comMahkamah Konstitusi Korea Selatan memutuskan pada Kamis (11/4/2019) larangan aborsi yang ketat tidak konstitusional, sebuah keputusan penting yang menandakan perubahan besar dalam berbagai aspek masyarakat.
 
Panel 9 oleh Mahkamah Konstitusi berakhir dengan hasil pemungutan suara 7-2. Pengadilan menemukan, larangan langsung terhadap aborsi berdasarkan hukum pidana bertentangan dengan konstitusi.
 
Putusan tersebut mengharuskan parlemen untuk merevisi undang-undang terkait pada akhir tahun depan.
 
 
"(Undang-undang saat ini) membatasi hak wanita hamil untuk memilih secara bebas, yang bertentangan dengan prinsip bahwa pelanggaran terhadap hak seseorang harus dijaga seminimal mungkin," demikian bunyi putusan, seperti dikutip dari Yonhap News.
 
Pengadilan juga menganggap tidak adil untuk memberi bobot lebih pada penilaian melindungi kehidupan janin, ketika melanggar hak-hak perempuan.
 
Keputusan ini diambil setelah 66 tahun Korea Selatan untuk pertama kali memberlakukan UU 1953 yang dapat mengkriminalkan aborsi.
 
Pada 1973, melalui undang-undang terpisah, Korea Selatan mulai mengizinkan pengecualian dalam beberapa kasus, seperti pemerkosaan, inses, atau terkait dengan kesehatan ibu atau gangguan keturunan.
 
Hukum soal larangan aborsi sebelumnya nmmenyebutkan, seorang dokter akan dipenjara hingga dua tahun.
 
Sementara bagi perempuan hamil, menjalani prosedur dapat dihukum dengan penjara hingga satu tahun atau denda 2 juta won (sekitar Rp 24 juta).
 
Telah diputuskan hak janin untuk hidup harus dilindungi, namun tidak kalah pentingnya dengan hak perempuan untuk membuat pilihan bebas. 
 
Kantor berita AFP mencatat, pada survei tahun lalu menemukan satu dari lima perempuan Korea yang hamil telah melakukan aborsi,  dan hanya satu persen dari mereka memiliki alasan hukum untuk mengakhiri kehamilan.
 
Statistik pada 2011 menunjukkan, sebagian besar wanita Korea Selatan yang melakukan aborsi dalam posisi menikah, tetapi kelompok hak asasi manusia menyebut mayoritas dari mereka yang dituntut karena menjalani prosedur tersebut belum menikah, termasuk remaja.
 
Pada 2017, seorang murid sekolah menengah mengaku terpaksa mengakhiri pendidikannya setelah melakukan aborsi.
 
 
"Guru saya memberi tahu saya jika saya tidak meninggalkan sekolah, dia akan melaporkan saya ke pihak yang berwenang," katanya dalam acara demonstrasi.
 
"Dia bilang saya melakukan dosa karena saya hamil saat masih sekolah," ujarnya.
 
Banyak perempuan yang hubungannya putus karena takut suami atau pasangannya dapat melaporkan masa lalu mereka kepada pihak berwenang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com