Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pemuda Buton yang Kuliah di Tiga Negara Eropa Sekaligus

Kompas.com - 12/03/2019, 17:03 WIB
Ervan Hardoko

Editor

KOMPAS.com - La Ode Marzujriban atau yang akrab dipangil Iban adalah pemuda asal Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Iban saat ini tengah menempuh pendidikan S2 jurusan Geofisika Terapan di Universitas RWTH Aachen, Jerman.

Menariknya ia mengambil program joint master's degree yang mana ia akan berkuliah di tiga kampus sekaligus di tiga negara berbeda dan mendapatkan tiga gelar master dari kampus-kampus tersebut.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan joint master's degree program? Lalu bagaimana pengalaman Iban berkuliah di tiga negara? Simak wawancara DW dengan mahasiswa berusia 25 tahun ini.

Baca juga: Kuliah di China atau Australia? Ini 5 Kampus Terbaik Asia Pasifik

DW: Iban bisa kamu jelaskan apa yang dimaksud dengan joint master's degree program?

Iban: Jadi program joint master's degree adalah program yang dilakukan di lebih satu kampus dengan bisa lebih dari satu gelar yang akan didapat nanti saat lulus.

Untuk kasus saya, saya berkuliah di tiga kampus. Kampus pertama saya akan mengambil semua mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan.

Namun mata kuliah pilihan tersebut akan menjadi mata kuliah wajib di kampus kedua dan ketiga.

Hal ini demi mendapatkan gelar dari kampus-kampus tersebut. Jadi sekarang, ketika saya pindah ke kampus kedua maka yang tadinya mata kuliah pilihan di kampus pertama jadi mata kuliah wajib di kampus kedua.

Hal ini untuk bisa mendapat gelar di kampus kedua tersebut. Begitu pun ketika transfer ke kampus ketiga.

DW: Jadi program ini mewajibkan kamu kuliah di tiga negara, negara mana sajakah itu?

Iban: Iya benar, jadi saat ini saya mengambil program joint master di TU Delft, Belanda, kemudian ETH Zurich, Swiss, dan sekarang saya sedang berada di kampus ketiga saya di RWTH Aachen, Jerman.

DW: Bagaimana awal mula kamu bisa memilih program ini?

Iban: Saya memang bercita-cita melanjutkan studi saya, yaitu melanjutkan S2. 

Saya mendapatkan program ini awalnya selain mencari sendiri program dari masing-masing ketiga kampus tersebut juga disarankan serta diperkenalkan oleh dosen pembimbing semasa kuliah S1 dulu.

Baca juga: Ambil S-1 di Belanda? Kuliah di Minggu Pertama Langsung Nge-gas!

Di samping itu ada motivasi lain kenapa saya memilih program ini. Waktu saya kecil saya senang dengan sains, saya senang membaca biografi tokoh seperti Albert Einstein, BJ Habibie, dan saat dewasa saya melihat sosok ilmuwan muda yakni Pak Yogi Ahmad Erlangga saat itu beliau mendapatkan penghargaan Bakrie Award dan beliau kuliah di TU Delft.

Dan ketika saya lulus sarjana, saya sangat senang bisa mendapatkan program ini yang bisa kuliah di tempat ketiga tokoh-tokoh tersebut. Jadi saya ke Delft dimana Pak Yogi Ahmad Erlangga berkuliah, saya ke ETH Zurich dimana Einstein pernah berkuliah, dan sekarang saya ada di RWTH Aachen tempat dimana Pak Habibie menimba ilmu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com