Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Parlemen Korut, Saat Para Kandidat Meraih Suara 100 Persen

Kompas.com - 11/03/2019, 17:36 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

PYONGYANG, KOMPAS.com - Pada 17 April mendatang, rakyat Indonesia akan memberikan suara dalam pesta demokrasi lima tahunan.

Kita tentu sudah amat paham bagaimana sistem pemilu Indonesia berlangsung dan bagaimana cara warga negara memberikan suaranya.

Nah, yang menarik adalah pemilihan umum untuk memilih anggota parlemen Korea Utara, sebuah negeri yang selalu dianggap tertutup dan otoriter.

Baca juga: Kim Jong Un Bertarung dalam Pemilu Korea Utara

Warga Korea Utara telah memberikan suara mereka pada Minggu (10/3/2019) untuk memilih anggota parlemen.

Pemilu ini merupakan pemilihan umum kedua yang digelar semejak Kim Jong-un memimpin negeri itu.

Pemungutan suara untuk memilih anggota Dewan Rakyat Agung (SPA) merupakan kewajiban dan tak ada pilihan kandidat di dalamnya.

Alhasil, tak pernah terjadi perbedaan pendapat di antara rakyat selama penyelenggaraannya.

Tingkat kehadiran pemilih di tempat pemungutan suara hampir selalu mencapai 100 persen dan kepuasan terhadap pemerintah tersebut selalu bulat.

Bagaimana cara pemungutan suaranya?

Pada hari pemungutan suara, seluruh warga berusia 17 tahun ke atas wajib datang ke TPS dan memberikan suara mereka.

"Sebagai bentuk kesetiaan, Anda diharapkan datang lebih awal, yang berarti akan ada antrean panjang," ungkap seorang pengamat Korea Utara, Fyodor Tertitsky, yang berbasis di Seoul, Korea Selatan.

Saat giliran seseorang tiba, dia akan menerima surat suara dengan hanya satu nama kandidat di dalamnya.

Tak ada yang harus diisi, tak ada kolom yang perlu dicontreng. Pemilik suara hanya perlu membawa kertas itu dan memasukkannya ke dalam kotak suara yang diletakkan di tempat terbuka.

Ada juga bilik suara di mana warga bisa memilih sendirian tanpa terlihat orang, namun hal itu akan langsung menimbulkan kecurigaan.

Dalam teorinya, warga memiliki hak untuk mencoret kandidat satu-satunya itu. Namun, menurut Tertitsky, melakukan hal itu hampir pasti akan membuat si pelaku diburu polisi rahasia dan kemungkinan akan dinyatakan sakit jiwa.

Setelah seseorang meninggalkan TPS, dia diminta untuk bergabung dengan sekelompok orang yang bersorak di luar untuk mengekspresikan kebahagiaan terkait kesempatan untuk memberikan suara demi kepemimpinan yang bijaksana di negara tersebut.

Baca juga: Pemilu Korut, Kim Jong Un Menang 100 Persen

"Di media-media milik pemerintah, hari pemilu digambarkan sebagai acara yang meriah, dengan orang-orang yang merayakannya di luar TPS-TPS," jelas Minyoung Lee, pengamat dari NK News - laman khusus berita Korea Utara.

Karena memilih adalah suatu kewajiban, maka ajang pemilu juga dijadikan momen sensus penduduk oleh pemerintah untuk memonitor populasi masing-masing daerah pemilihan dan untuk melacak warga yang mungkin telah melarikan diri ke China.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com