Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Setelah Festival Setan di Jepang Diakui UNESCO sebagai Peninggalan Budaya

Kompas.com - 06/03/2019, 19:14 WIB
Retia Kartika Dewi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Festival "Setan" atau Namahage merupakan salah satu perayaan Tahun Baru yang diramaikan di kawasan prefektur Akita di Honshu Utara, Jepang. Namun, perayaan unik Namahage kini sepi digelar.

Mengetahui hal itu, UNESCO sebagai lembaga PBB yang bergerak di bidang kebudayaan memilih Namahage sebagai peninggalan budaya pada akhir 2018. Langkah ini dilakukan UNESCO untuk melindungi tradisi penuh warna itu.

Pada perayaan Namahage, warga Jepang terutama laki-laki mengenakan topeng wajah setan Jepang dan jubah jerami tradisional Jepang.

Dilansir dari Reuters pada Rabu (6/3/2019), salah satu warga bernama Tatsuo Sato (78) sangat menyayangkan bahwa tradisi Namahage yang telah berabad-abad dilestarikan, kini tidak dipedulikan lagi.

"Anak-anak menghilang (tak lagi melestarikan Namahage), pemuda-pemudi juga menghilang. Kami menyerah," ujar Sato kepada Reuters.

Perlu diketahui, kedatangan pria bertopeng setan Jepang ke rumah-rumah ini menandakan kebaikan akan menyertai rumah yang dikunjungi.

Dalam budaya Jepang, setan-setan ini akan bertanya apakah ada anak nakal di rumah itu, untuk menghilangkan keburukan yang ada di dalam rumah.

Akan tetapi, para ahli sejarah mengatakan bahwa pengakuan UNESCO itu belum tentu menjamin pelestarian Namahage. Dalam beberapa kasus, tradisi ini bisa saja tetap lestari jika melibatkan perempuan atau orang asing.

Namun, jika pengakuan UNESCO itu mempunyai arti bahwa Namahage harus berjalan sesuai pakem tradisi, hanya diperankan laki-laki Jepang, tentu itu bisa menjadi kendala pelestarian.

"Pengakuan UNESCO ini, ada beberapa kelompok yang saya yakini mungkin tidak dapat melanjutkan tradisi Namahage karena suatu alasan," ujar Profesor Sejarah Budaya di Universias Seijo Tokyo, Satoru Hyoki.

Sementara itu, di wilayah Masukawa, Aomori, tradisi Namahage kembali dihidupkan setelah 12 tahun tidak dilakukan. Hal ini tetap ada berkat sekelompok pemuda-pemudi yang datang ke daerah tersebut.

Sebaliknya, di wilayah Oga, Akita, mengalami penurunan kelompok Namahage, yang awalnya memiliki 120 kelompok pada 1989 menjadi 85 kelompok pada 2015.

Beberapa desa membuat aturan baru, seperti menaikkan batasan usia bagi laki-laki yang ingin menjadi setan Namahage dan desa lainnya menerima anggota dari luar kota.

Salah satu warga pelancong yang tinggal di Akita, Haruki Ito, mengusulkan ide untuk mengundang para pemuda dari seluruh Jepang untuk turut serta bersama penduduk Masukawa dalam melestarikan kembali tradisi Namahage.

"Semua orang setuju jika Namahage sebaiknya diperankan oleh kaum laki-laki saja," ujar Sato.

Halaman:
Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com