Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/01/2019, 14:50 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

CANBERRA, KOMPAS.com - Perdana Menteri Australia Scott Morrison meminta pemerintah Indonesia untuk membatalkan keputusan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir.

Dalam pernyataannya, Selasa (22/1/2019), Morrison meminta agar Indonesia menghargai para korban bom Bali 2002. Dia mengaku akan melayangkan protes jika Ba'asyir dibebaskan sebelum waktunya.

"Saya jelas akan sangat kecewa tentang hal itu, seperti warha Australia lainnya," katanya, seperti dikutip dari The New York Times.

Baca juga: Keluarga Berharap Baasyir Dibebaskan Sesuai Keputusan Awal Jokowi

"Kami tidak ingin karakter semacam itu bisa keluar dan menghasut pembunuhan kepada warga Australia dan Indonesia, menyebarkan doktrin kebencian," ucapnya.

"Menghargai harus ditunjukkan bagi mereka yang kehilangan nyawa," imbuhnya.

Morrison dan pejabat pemerintah federal telah melakukan konyak langsung dengan pemerintah Indonesia untuk menunda pembebasan Ba'asyir.

"Warga Australia meninggal secara tragis pada malam itu, dan saya pikir warga Australia berharap masalah ini ditangani secara serius oleh pemerintah kita," kata pria berusia 50 tahun itu, sebelumnya.

Seperti diketahui, sebanyak 88 orang dari 202 korban tewas bom Bali pada 2002 merupakan warga Australia.

Penyintas serangan bom Bali dan kerabat korban lainnya menentang rencana pembebasan Ba'asyir, seperti Phil Britten.

Dia dulu merupakan kapten klub sepak bola di Australia yang sedang bersama 19 temannya di klub malam di Bali, ketika bom meledak dan membunuh 7 anggota tim.

"7 teman saya meninggal, mereka tidak mendapat kesempatan selama sisa hidup mereka. Kenapa harus dia? Saya pikir ini mengerikan," ucapnya.

Peter Hughes yang menderita luka bakar 50 persen di tubuhnya dalam ledakan itu juga mengecam pembebasan Ba'asyir.

Baca juga: Pembebasan Dikaji, Kubu Baasyir Pertanyakan Inkonsistensi Pemerintah

"Dia mungkin seharusnya dapat hukuman mati," tuturnya.

SBS News mencatat, insiden bom Bali 2002 mendorong Indonesia untuk membentuk pasukan anti-terorisme yang menerima dana dan pelatihan dari Australia dan Amerika Serikat.

Dalam perkembangan terbaru, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan, pembebasan Ba'asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com