KOMPAS.com - Teknologi pesawat amfibi merupakan jenis penerbangan mutakhir yang bisa digunakan sebagai pesawat yang mampu mendarat di air dan darat.
Lagi-lagi, Rusia selalu berinovasi dalam membuat dan mengembangkan teknologi pesawat amfibi.
Indonesia pun kepincut dengan teknologi pesawat amfibi Rusia yang telah membantunya dalam mencari kecelakaan AirAsia QZ8501 yang hilang di sebelah selatan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada 2015.
Seperti apa teknologi pesawat amfibi milik Rusia? Berikut lima di antaranya:
Pesawat ini telah melayani Angkatan Laut Uni Soviet hingga beralih nama ke Rusia selama 58 tahun. Ini merupakan pesawat amfibi tertua di Rusia.
Tugas utama Be-12 adalah mencari dan menghentikan kapal selam musuh. Karena sudah ketinggalan zaman, ia direncanakan untuk diganti dengan pesawat yang baru.
Pesawat ini sering mendapat sebutan "sapi" atau "lumbung" karena mudah menjadi sasaran tembak musuh.
Lapisan baja yang buruk dan kecepatan jelajah yang lambat menjadikan MBR-2 kerap digunakan terutama untuk pengeboman malam hari.
Beriev A-40 berbadan aluminium dengan panjang dari kepala sampai ekor 38,92 meter dan tingginya 11,07 meter. Selain itu, pesawat mempunyai lebar sayap 41.62 meter. Pesawat ini bermesin Kolesov RD-36-51 dan Soloviev D-30.
Satu pesawat bisa untuk menampung delapan awak, termasuk pilot, kopilot, operator radio, insinyur penerbangan, navigator, dan tiga pengamat. Namun, akhirnya pesawat amfibi tidak pernah diproduksi massal karena kejatuhan Uni Soviet.
Pesawat dipersenjatai dengan amunisi 6,5 ton dan sistem pengawasan yang lebih canggih.
Kemudian, pesawat ini untuk memenuhi kebutuhan aviasi Angkatan Laut Rusia akan kekuatan udara yang mampu berpatroli di pesisir dan mendeteksi dan menghancurkan kapal selam musuh.