MELBOURNE, KOMPAS.com - Sekitar 150.000 orang dari berbagai elemen Serikat Buruh turun ke jalan-jalan di pusat kota Melbourne, Australia, Selasa (23/10/2018), menuntut kenaikan gaji.
Unjuk rasa seperti itu belum pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Aksi demo secara serentak juga berlangsung di kota-kota besar dan kota pedalaman se-Australia, mengusung satu tema, Change the Rules, yang digagas Australian Council of Trade Unions (ACTU).
Di Melbourne, aksi dimulai dari gedung Trades Hall yang bersejarah, dan bergerak melintasi pusat kota di sepanjang Jalan Swanston Street menuju stasiun utama Flinders Street Station.
Baca juga: Peselancar di Pantai Nudis Australia Tinju Hiu agar Lolos dari Maut
Sejumlah ruas jalan ditutup, dan layanan trem di Swanston Street juga terhenti.
Menurut Asisten Ketua Serikat Buruh Konstruksi, Kehutanan, Pertambangan dan Energi (CFMEU) Sean Reardon, sistem hubungan industrian di Australia saat ini sudah rusak.
"Jika tidak rusak, kami tidak akan melakukan pawai hari ini," katanya kepada ABC.
Menurut dia, pendulum sistem hubungan kerja ini berayun terlalu jauh ke arah yang menguntungkan para majikan.
"Kita tidak mengalami kenaikan gaji dalam sebagian besar industri yang ada," jelasnya.
Ketua ACTU Sally McManus menegaskan, pertumbuhan gaji yang stagnan tidak sejalan dengan meningkatnya biaya hidup sehari-hari.
Menurut dia, sekitar 28 ribu buruh kini jadi tunawisma padahal mereka bekerja full time.
"Gaji minimum di negara kita ini hanya sekitar 37 ribu dolar per tahun (sekitar Rp 370 juta)," katanya.
"Ini jauh dari cukup untuk menopang diri sendiri, apalagi menopang istri dan anak-anak," ujar McManus.
"Gaji ini tak mencukupi di kota-kota kecil, tak mencukupi di kota-kota besar," tambah tokoh Serikat Buruh ini.
Baca juga: Ini Aturan Kerajaan yang Dilanggar Harry dan Meghan saat Tur di Australia
Menteri Utama negara bagian Victoria, Daniel Andrews, tampak ikut turun ke jalan. Menurut dia, rakyat yang hadir dalam aksi ini berasal dari keluarga biasa yang menginginkan kondisi lebih baik.