Sebagai persiapan menjadi raja, Bhumibol kembali ke Swiss untuk belajar hukum dan ilmu politik. Sementara tugas kerajaan sementara dijalankan oleh pamannya, Pangeran Rangsit.
Bhumibol kemudian menikahi saudara sepupu jauhnya, Sirikit Kitiyakara pada April 1950 dan kemudian menjalani upacara penobatan pada 5 Mei 1950.
Setelah upacara penobatan, Raja Bhumibol kembali ke Swiss untuk merampungkan studinya dan baru kembali ke Thailand setahun berselang.
Kekuasaan absolut raja di Thailand telah dihapuskan sejak masa pemerintahan Raja Prajadhipok sebagai hasil dari revolusi pada tahun 1932.
Karenanya, kekuasaan Raja Bhumibol di bidang politik praktis tidak terlalu besar.
Baca juga: Obama: Kehormatan Bisa Memanggil Bhumibol dengan Sebutan Raja
Peranan Politik
Meski secara konstitusi jabatan raja Thailand masih sebagai kepala negara dan komandan angkatan bersenjata, fungsi utamanya lebih kepada sebagai simbol dan fokus persatuan bagi bangsa Thailand.
Namun demikian, sebagai raja, Bhumibol memperoleh popularitas yang luar biasa dan sangat dihormati.
Selain itu, meski kekuasaannya dalam pemerintahan terbatas, Raja Bhumibol memiliki beberapa kesempatan untuk berperan penting dalam proses mediasi dan membantu menghindari krisis politik di Thailand.
Salah satunya saat terjadi unjuk rasa melawan kediktatoran Jenderal Thanom Kittikachorn dan Praphas Charusathien yang menggunakan kekuatan militer untuk menindas dan berujung tewasnya banyak demonstran.
Raja Bhumibol menengahi dan membujuk para jenderal untuk menyerahkan kekuasaan.
Raja Bhumibol juga berperan dalam menyelesaikan konflik kekuasaan pada 1992 antara junta militer dengan panglima militer Suchinda Kraprayoon.
Baca juga: Raja Bhumibol Dikremasi, 250.000 Warga Bangkok Turun ke Jalan
Dia mendesak diadakannya pertemuan yang disiarkan televisi antara Suchinda dengan pemimpin oposisi Chamlong Srimuang dan berujung pada Suchinda yang mengundurkan diri.
Pada September 2006, Bhumibol kembali menghadapi krisis dalam politik Thailand, setelah partai-partai oposisi memboikot jalannya pemilu yang digelar Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.
Mahkamah Konstitusi Thailand kemudian membatalkan hasil pemilihan.