Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB: Ketimbang Jadi Jubir Militer, Suu Kyi Sebaiknya Mundur

Kompas.com - 30/08/2018, 13:29 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber BBC

GENEVA, KOMPAS.com - Ketua Badan HAM PBB Zeid Ra'ad al Hussein mengatakan, pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi seharusnya mundur terkait kekerasan terhadap etnis Rohingya yang dilakukan militer.

Kepada BBC, Al Hussein bahkan menyebut peraih hadiah Nobel Perdamaian itu seharusnya mempertimbangkan kembali menjadi tahanan rumah ketimbang memaklumi tindakan militer Myanmar.

Sebelumnya tim investigasi PBB menyebut militer Myanmar telah melakukan kekerasan terhadap etnis Rohingya dan menyebut nama sejumlah jenderal sebagai pelaku genosida.

Baca juga: Penghargaan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi Tak Akan Dicabut

Dalam laporan yang dirilis pada Senin lalu itu, PBB menuding Suu Kyi, yang dikenal karena perjuangannya menegakkan demokrasi, gagal mencegah kekerasan di negara bagian Rakhine.

"Dia memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu. Dia boleh saja tetap diam, atau sebaiknya dia mengundurkan diri," kata Al Hussein dalam wawancara dengan BBC.

"Dia tidak perlu menjadi juru bicara militer Myanmar. Dia tak perlu mengatakan situasi ini hanya puncak gunung es sebuah misinformasi," tambah dia.

Sebagai seorang pemimpin, lanjut Al Hussein, Suu Kyi seharusnya bisa bertindak lebih tegas.

"Dia seharusnya mengatakan, saya siap menjadi pemimpin negeri itu tetapi tidak dalam kondisi seperti ini," ujar dia.

"Terima kasih, saya akan mundur, kembali menjadi tahanan rumah, saya tidak bisa menjadi pelengkap di saat kekerasan terjadi," papar Al Hussein.

Antara 1989 hingga 2010, Suu Kyi menghabiskan 16 tahun menjadi tahanan rumah di saat Myanmar masih berada di bawah pemerintahan junta militer.

Selama beberapa dekade Suu Kyi dianggap sebagai pahlawan demokrasi, terutama saat junta militer Myanmar memerintah negeri itu dengan keras.

Baca juga: Aung San Suu Kyi Izinkan PBB Masuk ke Rakhine

Namun, selama ini dia nyaris tak bersuara di saat kekerasan di negara bagian Rakhine terjadi yang berujung pada eksodus ratusan ribu etnis Rohingya ke Bangladesh atau ke negara-negara lain.

Meski demikian, pada Rabu (29/8/2018), Komite Nobel memastikan penghargaan Nobel Perdamaian yang sudah diterima Suu Kyi tidak akan dicabut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com