Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Nauru, Guantanamo-nya Australia di Pasifik

Kompas.com - 02/08/2018, 13:59 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

CANBERRA, KOMPAS.com - Jika Amerika Serikat memiliki pangkalan militer Guantanamo di Kuba untuk memenjarakan para terduga teroris yang ditangkap negeri itu, maka Australia pun memiliki tempat serupa.

Tempat itu adalah sebuah pulau kecil bernama Nauru, yang kini digunakan Canberra sebagai tempat detensi pengungsi.

Nauru, yang kemudian dijuluki Guantanamo-nya Australia ini, menjadi misteri karena terbatasnya akses media memasuki negara pulau terkecil di dunia itu.

Pembatasan  terhadap media massa  bahkan diberlakukan pemerintah Nauru saat menjadi tuan rumah Forum Pulau-pulau Pasifik (PIF) tahun ini.

Baca juga: Nauru, Negeri Kecil di Pasifik yang Penting untuk Israel

Padahal biasanya, jurnalis disambut hangat dalam perhelatan tahunan tempat berkumpulnya para pemimpin dari 18 negara Pasifik itu.

Biasanya, tak ada pembatasan bagi para jurnalis untuk melakukan dalam ajang itu mulai dari ancaman perubahan iklim hingga menguatnya pengaruh China.

Namun, keputusan pemerintah Nauru ini semakin menguatkan pendapat dari lembaga riset Australia Lowy Institute yang menyebut negeri pulau itu tengah menuju otoritarianisme.

Salah satu media ternama yang tak mendapatkan akses adalah lembaga penyiaran publik Australia, ABC.

Pemerintah Nauru menuduh ABC telah melakukan "pelecehan dan tidak memberikan respek" dalam peliputannya di negeri mungil itu.

"Nauru tidak bisa mengklaim diri menyambut kehadiran media jika pemerintahnya mendikte media mana yang boleh datang dan melarang lembaga penyiaran Australia," kata direktur pemberitaan ABC Gaven Morris.

Selain ABC Australia, kantor berita Perancis AFP juga tidak mendapatkan akreditasi untuk meliput ajang tahunan tersebut.

Baca juga: Banyak dari 410 Pencari Suaka di Nauru Terdorong untuk Bunuh Diri

Sejauh ini hanya sedikit jurnalis yang bisa masuk ke Nauru. Sebagian besar terhambat dengan kebijakan Nauru memberlakukan visa jurnalis sebesar 8.000 dolar Australia atau lebih dari Rp 80 juta.

Celakanya, dengan harga semahal itu permohonan visa belum tentu dikabulkan dan jika visa tidak diberikan maka uang yang sudah disetor tak dikembalikan.

Halaman:
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com