“Kamera pertama saya adalah sebuah Canon sekali pakai. Tentunya, jaman itu masih pakai film.”
PADA MINGGU siang, di perbatasan kota Pattani, Thailand, Ampannee Satoh sedang duduk membelakangi sawah di bawah langit yang biru dan matahari yang terik. Suasana sangatlah tenang (hanya sekitar 44.000 penduduk di kota ini), meskipun baru sehari sebelumnya sebuah bom meledak di provinsi Yala di sebelahnya.
“Saya sekarang sudah pakai Nikon D200,” ujar fotografer berusia 28 tahun ini – yang juga seorang Muslim – sambal tertawa.
Ada sebuah galeri berwarna putih hanya berjarak beberapa meter. Foto-foto berukuran besar terpajang di dindingnya – menampilkan wanita-wanita tak bernama yang diselimuti kain hitam.
“Karya ini mengeksplorasi konsep kerendahan hati dan martabat yang direfleksikan di dalam Al Quran. Rujukannya ayat-ayat Al Quran. Saya ingin mengarahkan perhatian masyarakat kembali kepada kebiasaan dalam pakaian wanita,” kata Ampannee.
Baca juga: Syed Saddiq, Kunci Mahathir untuk Mendekati Generasi Muda
Serial Ampannee yang menarik, “The Light” sedang dipamerkan di salah satu tempat budaya terkenal di Thailand Selatan: Patani Artspace, sebuah galeri seni privat, ruang pertemuan yang menampilkan karya-karya kontemporer regional terbaik oleh seniman seperti Jehabdulloh Jehsorhoh dan Muhammadsuriyee Masu.
Di provinsi Pattani, kecuali Songkhla, sering disebut sebagai “wilayah Selatan”, dengan 80 persen populasinya adalah Muslim.
Lahir di distrik Yarang di Pattani, Ampanee pertama kali mencoba fotografi di rumahnya. “Saat SMA, saya sering mengambil foto keluarga saya… Itu hanyalah keisengan yang saya nikmati,” katanya.
Di usia 19 tahun, ia masuk ke Universitas Rangsit di Bangkok – tempat ia sekarang tinggal dan mengajar – untuk belajar fotografi. “Saya tidak memiliki rencana karir selain itu. Saya selalu cinta dengan fotografi,” katanya.
“Saat itu saya berada di Arles dan saya mulai memakai hijab. Saya ingin mencobanya sendiri untuk memahami perasaan orang yang didiskriminasi,” kata Ampannee. Di saat yang sama, mantan Presiden Nicolas Sarkozy melarang burka dan cadar di Perancis.
Baca juga: Di Anjung Sejarah Perubahan Malaysia...
“Saya tidak dapat percaya apa yang sedang terjadi. Hal itu tidak bisa diterima,” katanya. Setelah tersadarkan oleh perjuangan wanita Muslim di Perancis, ia kembali fokus ke penderitaan yang dialami oleh wanita di negaranya akibat dari konflik yang terjadi.
“Saya pernah mengambil foto-foto wanita lokal sebelum saya pergi ke Perancis, namun saya ingin melakukan lebih – terutama untuk yang memakai hijab, burka, atau cadar – menceritakan cerita mereka di dalam konflik yang terjadi di sini," kata Ampannee.
Sejak 2001, ada sekitar 3.000 wanita yang menjadi janda di wilayah Selatan dan di beberapa bagian di Songkhla. “Mereka harus mengurus anak mereka sendiri. Sangat susah,” katanya.