Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Turki: Tantangan Berat Erdogan dan Partai Berkuasa

Kompas.com - 24/06/2018, 12:27 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

KOMPAS.com - Masa depan Turki untuk lima tahun ke depan akan segera ditentukan melalui pemilihan umum (Pemilu) yang dilangsungkan Minggu (24/6/2018) hari ini.

Sekitar 60 juta warga Turki yang memiliki hak pilih akan memberikan suaranya dalam penentuan presiden sekaligus anggota parlemen untuk periode lima tahun ke depan.

Pemilu kali ini semula dijadwalkan baru akan digelar pada November 2019, bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan lima tahun pertama Presiden Recep Tayyip Erdogan yang resmi terpilih pada 2014 silam.

Namun Erdogan memutuskan memajukan pemilu satu setengah tahun lebih awal demi dapat memuluskan rencananya untuk mengubah sistem pemerintahan menjadi presidensial dan menghapus jabatan perdana menteri.

Baca juga: Pemilu Turki: Bisakah Erdogan Dihentikan?

Pemilu Turki akan dimulai pada pukul 08.00 waktu setempat (12.00 WIB) dan ditutup pada pukul 17.00 waktu Turki (21.00 WIB).

Meski diikuti oleh enam kandidat presiden, namun persaingan ketat diyakini akan terjadi antara calon petahana yang diusung Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), Erdogan, dengan calon dari Partai Rakyat Republik (CHP), Muharrem Ince.

Kedua calon presiden ini membawa visi dan misi yang saling bertolak belakang. Keduanya pun saling serang melalui pernyataan dalam kampanye di hari terakhir menjelang pemilu, Sabtu (23/6/2018).

"Jika Erdogan menang maka telepon Anda akan terus didengarkan.. Rasa takut akan terus berkuasa," ujar Ince di hadapan para pendukungnya dalam kampanye di Istanbul dikutip BBC.

Ince juga menjanjikan bakal mencabut status darurat negara, yang telah diberlakukan sejak terjadinya upaya kudeta pada 2016, dalam waktu 48 jam sejak terpilih.

Hal tersebut dimungkinkan karena undang-undang darurat Turki mengizinkan pemerintah memotong proses di parlemen.

Sementara Erdogan, menyinggung lawannya yang sebelum menjadi anggota parlemen berprofesi sebagai guru. Menurut Erdogan, mengemban tugas sebagai pemimpin negara membutuhkan pengalaman.

"Adalah dua hal yang berbeda antara menjadi seorang guru dengan pemimpin negara. Menjadi seorang presiden butuh pengalaman," ujar Erdogan yang menjanjikan akan mendorong proyek infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian.

Kendati demikian, para pengaman menilai, jika Erdogan kembali memimpin maka kepemimpinannya akan melemahkan pemerintahan demokratis.

Pemilihan presiden Turki mengharuskan salah satu calon untuk meraih setidaknya lebih dari 50 persen suara untuk dapat dipilih langsung.

Jika tidak ada calon yang mampu meraih lebih dari 50 persen suara, maka dua calon teratas akan kembali berhadapan pada putara kedua yang dijadwalkan pada 8 Juli mendatang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com