WALAUPUN saya tinggal dan bekerja di Indonesia, Malaysia tetap merupakan tempat kediaman saya.
Namun begitu, sepanjang lima tahun terakhir, sekurang-kurangnya sejak Pilihan Raya Umum 2013, saya telah memperhatikan pancaroba politik negara itu dari luar.
Bisa dibilang, hampir seperti menonton satu seri pertunjukan teater dari jauh. Suara-suara yang dibisukan, walaupun ada kalanya petikan-petikan dialog yang riaknya tersebar ke seluruh dunia, tetapi menjadi hampir senyap sejurus kemudian.
Seolah-olah saya berdiri di atas anjung sejarah, melihat satu seri pertunjukan yang memalukan.
Watak-watak lucu terkandung di dalamnya benih-benih tragedi yang mereka buat sendiri ketika skandal 1MDB menyelubungi Putrajaya.
Baca juga: Mahathir Mohamad Umumkan 13 Nama Menteri di Kabinetnya
Kasus yang mencoreng pemimpin-pemimpin dan institusi-institusi kerajaan serta menampilkan babak-babak dramatis yang paling luar biasa dan, ya, memalukan!
Kisah 1MDB menampilkan juga aktor utama, bekas Perdana Menteri Malaysia dan istrinya, membawa kedua mereka pada detik-detik lebih kepada suasana seperti dalam novel-novel Oscar Wilde dibanding karya Shakespeare dari segi kekarutan dan keremehannya.
Baca juga: Hitung Uang Rp 405 Miliar dari Najib Butuh Waktu 3 Hari dan 22 Petugas
Untungnya, ada orang-orang yang berani mengungkap kebenaran yang selama ini tertutupi. Mereka seperti malaikat yang membalas dendam, dengan niat yang kuat.
Terlepas dari ini, periode terakhir untuk mengadakan pemilu sudah dekat, saya mulai kembali ke Malaysia lebih sering. Fokus pada negara-negara bagian yang menjadi "medan perang" seperti Johor dan Kedah.
Pada saat itu, saya tidak menyadari bahwa seluruh negeri telah menjadi "medan perang", atau itu hanya direncanakan?
Setelah mendengar ceramah, saya mencari orang-orang biasa dan hanya mendengar cerita mereka. Ketika saya melakukannya, saya mulai merasakan suasana perasaan aneh dengan banyak keluhan.
Baca juga: Warga Malaysia Galang Donasi Bantu Lunasi Utang Negara Rp 3.500 Triliun
Sebagian besar pembicara mempertahankan pendapat mereka, tetapi mereka marah ketika mereka berbicara tentang harga makanan, pajak, pekerjaan, perumahan, dan transportasi.
Namun demikian, dalam kepahitan yang saya alami di akar rumput, para ahli strategi di Kuala Lumpur tampaknya tidak sadar dan tidak memperhatikan. Bagi mereka semua sudah "OK!".
Tim KRA telah melakukan perjalanan ke seluruh negeri dan bersama dengan fotografer Joey Kitson telah memikat banyak kegembiraan.
Saya ingat pernah memikirkan setelah sesi maraton selama sepuluh jam di depan kamera: "Ya, kami, orang Malaysia pantas mendapat tepuk tangan. Kami telah menggulingkan pemerintahan korup di akhir hidupnya, dipenuhi dengan orang tua yang buruk, dan sekarang kami bisa merasakan perubahan peremajaan, mungkin kita akan melakukannya lagi pada 2023?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.