BAGHDAD, KOMPAS.com - Pemilihan umum Irak telah berakhir dan kemenangan diraih tokoh Syiah yang pernah menentang pendudukan AS di negeri itu, Moqtada al-Sadr.
Siapakah sosok tokoh agama sekaligus politisi kelahiran 12 Agustus 1973 ini?
Al-Sadr yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga ulama berpengaruh itu mengobarkan perlawanan terhadap pasukan AS pada 2003.
Setelah tergulingnya Saddam Hussein, milisi pimpinan Al-Sadr mengobarkan perlawanan sengit terhadap pasukan AS dan pada 2006 Pentagon menyebut pria ini sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas Irak.
Baca juga: Demi Raup Suara dalam Pemilu, Politisi Irak Mengaku Sebagai Nabi
Namun, setelah bertahun-tahun berada di "pinggiran", Al-Sadr mulai merangkul sekluarisme dan mengusung janji untuk memerangi korupsi.
Kini dengan semua janjinya, Al-Sadr memenangkan pemilu dan sekaligus memegang kunci kendali negara dari Baghdad.
"Al-Sadr, yang kerap disebut sebagai ulama garis keras, sejak 2003 telah berubah. Dia bukan lago sosok terpinggirkan dan buronan," kata Nabeel Khoury, dari lembaga riset The Atlantic Council.
Kemenangan dalam pemilu ini agaknya merupakan buah dari unjuk rasa yang dilakukan hampir tiap pekan oleh para pengikut Al-Sadr.
Bersama dengan kelompok komunis, Al-Sadr terus menerus menyerukan perubahan menyeluruh dunia politik Irak.
Baca juga: Usai Kalahkan ISIS, Irak Gelar Pemilu
Di saat Al-Sadr menyatakan tidak ingin menjadi perdana menteri, dia bisa berperan sebagai "kingmaker" dan membentuk sebuah pemerintahan berisi para teknokrat dari belasan partai politik.
Kemenangan Al-Sadr atas kandidat kuat PM Haider al-Abadi tetap merupakan sebuah kejutan, meski pria ini amat dikenal warga Irak dan Amerika Serikat.