MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali menyerang Amerika Serikat dengan menyebut CIA berencana membunuh dia.
Dalam pidatonya di Manila, Kamis (5/4/2018), Duterte mengecam pemerintah AS yang menunda penjualan senjata dengan alasan pelanggaran HAM di Filipina.
"Faktanya adalah, orang Amerika tidak pernah menepati janjinya," ujar Duterte seolah membenarkan keputusannya berpaling ke China dan Rusia.
"Setidaknya, jika pesawat saya meledak, atau ada bom tepi jalan meledak, mungkin kalian bisa tanyakan ke CIA," ujar Duterte di hadapan para petani dan nelayan di Istana Malacanang, Manila.
Baca juga : Duterte: Filipina Siap Menerima Pengungsi Genosida Myanmar
Ini bukan kali pertama Duterte menuduh CIA berencana membunuh dirinya.
Pada 2016, di hadapan warga Filipina di Vietnam, Duterte mengatakan, dia menerima laporan bahwa CIA berencana membunuhnya.
Setahun kemudian, Duterte pernah mengatakan bahwa jika dia tewas maka Amerika Serikat khususnya CIA adalah dalangnya.
Duterte juga mengklaim CIA menjadi biang keladi kegagalan penggerebekan terhadap seorang pemimpin pemberontak Muslim pada 2015 yang mengakibatkan 44 orang polisi tewas
Pada Februari lalu, Duterte juga mengklaim CIA membiayai situs berita Rappler. Tuduhan itu langsung dibantah situs berita yang berbasis di Manila tersebut.
Rappler menjadi sasaran Duterte karena termasuk kerap mengkritik kebijakan yang diambil pemerintahannya.
Baca juga : Duterte Sebut Pejabat PBB yang Menghinanya Berkepala Kosong
Sementara itu, Dubes AS untuk Filipina Sung Kim membantah pemerintahnya mencoba untuk menggerogoti pemerintahan Duterte.
Namun, dalam sebuah laporan CIA pada 2018 menyebut Duterte sebagai salah satu "ancaman regional" di Asia Tenggara.