“DI ILOCOS, tidak ada yang lebih penting daripada memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan yang baik,” demikian Joy Fernandez, seorang guru SD berusia 35 tahun dari kota Laoag, Provinsi Ilocos Norte, Filipina.
Memberikan anak-anak sebuah masa depan yang cerah telah menjadi panggilan hidup Joy. Saat sedang tak mengajar di jam-jam sekolah, guru yang selalu bersemangat ini memberi les kepada anak-anak kecil atau melatih siswa yang hendak mengikuti kompetisi matermatika.
Sisa waktu lainnya dia gunakan untuk merawat keempat anaknya, termasuk bayi kembar yang belum lama dilahirkannya.
"Saya mulai mengajar jam 07.30 pagi. Setelah itu, saya memberikan materi tambahan untuk para murid di luar jam sekolah. Biasanya, saya benar-benar selesai mengajar jam 9 malam. Pada akhir pekan, saya juga memiliki banyak murid. Lebih sibuk lagi selama liburan musim panas karena saya bisa mengajar hingga 100 murid," Joy bercerita tentang “panggilan hidupnya”.
Kehidupan Joy sebagai guru sudah dimulai sejak dirinya masih remaja. “Ketika saya berusia 15 tahun, saya membantu ibu saya mengajar murid-muridnya. Mungkin itu sudah seperti tertanam di hidup saya, bagian dari takdir saya," tuturnya.
Baca juga : Jokowi: Masa Ekspor Kita Kalah dengan Malaysia, Filipina dan Vietnam?
“Ini seperti telah mengalir dalam darah saya,” ucapnya penuh semangat. “Orangtua, tante, dan kakek nenek saya semuanya guru!”
Dengan gelar Magister Pendidikan dari Northwestern University di Laoag, Joy merupakan sebuah kabar baik bagi antusiasme masyarakat Ilocos terhadap pendidikan.
“Anda bisa melihatnya di mana-mana. Kami memiliki apa yang kami sebut stage parents karena mereka suka sekali mengatur anak-anaknya agar tampil di panggung dan mereka akan selalu datang di setiap acara anak mereka.”
"Ketika Anda berkeliling di area lingkungan ini,” ujar Joy, “Anda bisa melihat orang-orang menggantungkan sertifikat anak-anak mereka di pintu rumah."
Ketika Joy ditanya ‘apa makna menjadi Illocano’ (orang asli Illocos), dirinya langsung menjawab tanpa ragu, "Menjadi seorang Illocano ada tiga hal, yakni menghargai keluarga, bekerja keras, dan hemat dengan uang."
“Ini adalah sistem pengajaran berbasis bahasa ibu. Anak-anak harus menggunakan bahasa asli orangtua mereka. Mereka didorong untuk terhubung dengan akar mereka, untuk memahami apa artinya menjadi seorang Illocano," papar Joy.
“Tentu saja, ini dapat menyulitkan anak-anak untuk bisa menggunakan bahasa lain. Karena setelah itu, tidak ada yang berbicara bahasa asli Ilocano lagi. Anda tidak akan menggunakannya di mal-mal. Di kehidupan yang sesungguhnya, orang-orang bukan lagi menggunakan bahasa Ilocano, tetapi bahasa Filipina dan Inggris,” kata Joy.
Sebagai seorang guru, Joy seringkali melihat usaha keras para murid-muridnya. “Anak-anak akan mengalami masa yang lebih sulit di masa depan. Itulah mengapa sebagai seseorang yang membantu menemukan jalan terbaik mereka, saya tidak setuju dengan sistem ini," kata Joy lebih lanjut.
Baca juga : Filipina Ukir Sejarah Lolos ke Putaran Final Piala Asia
“Tetapi saya tetap melakukan apa yang saya bisa untuk mempersiapkan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Anda tetap menggunakan sistem itu, tetapi Anda juga tetap menjadi seorang kapten di kelas Anda sendiri," Joy menjelaskan.