KABUL, KOMPAS.com - Diludahi, dilempari batu di jalan, dan harus menghindari pengeboman adalah bagian dari perjalanan pemain tim nasional sepak bola Afghanistan menuju tempat latiham.
Karena masalah keamanan itu pula, sang pelatih, mantan pemain nasional AS Kelly Lindsey, hingga saat ini belum pernah menginjakkan kaki di Afghanistan.
Bahkan tim nasional Afghanistan belum pernah bermain dengan 11 pemain lengkap sejak terbentuk pada 2010.
Namun, dalam dua tahun terakhir sejak ditangani Lindsey, peringkat Afghanistan membaik dari urutan 128 peringkat menjadi 106 dalam peringkat FIFA.
Baca juga : Libya Larang Tim Sepak Bola Perempuan Berlaga di Jerman
Kemajuan itu dicapai terlepas dari sifat "unik" tim ini karena semua pertandingan dan tempat pelatihan harus digelar di luar negeri demi alasan keamanan.
Masalah hidup dan mati
Anggota tim ini adalah gabungan dari diaspora Afghanistan di seluruh dunia dan mereka yang masih tinggal di negeri itu.
Mereka yang tinggal di Australia, Eropa, dan Amerika Utara bisa berlatih dengan normal. Mereka pun memiliki teladan dan sosok perempuan ideal yaitu ibu mereka.
Para perempuan itu beremigrasi bersama anak-anak ketika suami mereka terbunuh dalam peperangan dan kekerasan di negeri mereka.
Lain halnya dengan para pemain yang masih tinggal di Afghanistan, yang selalu menghadapi berbagai ancaman kekerasan.
Akibat bermain sepak bola mereka dianggap merusak martabat dan reputasi keluarga, serta dituding bertentangan dengan budaya Afghanistan.
"Tidak mudah bagi kami untuk melakukan latihan," kata Lindsey (38) kepada program BBC World Football.
"Mereka diludahi, mereka dilempari batu, terjadi pengeboman dalam perjalanan," papar Lindsey.
Baca juga : Tim Sepak Bola Perempuan Vietnam Incar Posisi Ketiga
"Penting bagi para perempuan di dunia untuk memahami, bahwa ini sesuatu yang nyata, bukan dongeng belaka. Gadis-gadis ini mengalaminya setiap hari."