Kondisi perekonomian yang amat buruk ini membuat Firas (37) menyingkirkan pikiran untuk menikah.
"Biaya hidup yang melonjak dan faktor ekonomi lainnya membuat menikah menjadi sebuah hal yang mustahil," ujar pria yang bekerja di toko reparasi mesin cuci di Damaskus.
Apalagi, peluru mortar yang dilepaskan pemberontak beberapa kali mendarat di luar tokonya sehingga membahayakan dirinya dan para pelanggan.
"Saya tak bisa merencanakan masa depan. Saya hanya menjalani hidup dari hari ke hari. Hanya Tuhan yang tahu apakah saya masih hidup besok," kata Firas.
Baca juga: PBB: 9,3 Juta Warga Suriah Butuh Bantuan
"Mereka yang menikah dalam kondisi saat ini sudah gila. Saya tak bisa menjamin keselamatan diri sendiri, jadi bagaimana saya bisa menjaga istri dan anak saya kelak?" tanyanya.
Di distrik lain, tak jauh dari lokasi toko tempat Firas bekerja, seorang mahasiwa musik Munzer Kallas menggantung kalender besar di dinding kamar tidurnya.
Pada kalender itu beberapa tanggal ditandai lingkaran tebal berwarna merah. Lingkaran merah itu menandati batas akhir jawaban beasiswa untuk belajar di luar negeri.
"Saya tak berpikir untuk menikah sama sekali. Pernikahan butuh stabilitas dan saya ingin menyusul kakak saya ke Jerman," ujar Kallas (26).
"Saya lebih baik mencari tiket pesawat ketimbang mencari calon istri," tambahnya.
Baca juga: UNHCR: 2 Juta Warga Suriah Berstatus Pengungsi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.